Hadist tentang Kesehatan
BAB
I
PENDAHULUAN
Islam yang merupakan
agama yang sempurna, dan telah mengatur segala aspek kehidupan manusia di muka
bumi ini, sampai kepada hal yang kecil sekalipun. Setiap muslim memiliki dua
pedoman hidup, yaitu al-Qur’an dan hadist, yang keduanya memeuat segala hal
yang dibutuhkan manusia dalam melawati ujian hidup di muka bumi ini. Salah satu
hal yang dibahas dalam al-Qur’an dan hadist adalah masalah kesehatan, yang
merupakan investasi terbesar dan terpenting dalam kehidupan ini.
Manusia diciptakan di
dunia ini untuk menjadi khalifah dan beribadah kepada Allah S.W.T. Namun, kedua
fungsi tersebut tidak akan bisa terlaksana dengan baik, tanpa adanya kesehatan
yang dimiliki oleh setiap manusia. Melihat pentingnya kesehatan tersebut, islam
memiliki pandangan (perspektif) tersendiri
tentang kesehatan. Pandangan-pandangan ini tertuang dalam dua pedoman hidup
manusia, yaitu al-Qur’an dan hadist.
Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dijelakan tentang pengertian hadist dan hal-hal yang berkaitan
dengannya. Makalah ini juga berisi tentang hadist-hadist yang berisi tentang
beberapa perintah, anjuran dan larangan yang semuanya berkaitan dengan
kesehatan, baik kesehatan jasmani ataupun kesehatan roahani. Dengan makalah ini
diharapkan kita lebih memahami dan mengetahui betapa pentingnya arti kesehatan
dalam pandanagan islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hadist
Menurut
Abu al-Baqa, hadist secara etimologi adalah kata benda (isim) dari kata at-Tahdist yang
kemudian diartikan sebagai al-Ikhbar (pemberitaan),
kemudian hadist diartikan sebagai perkataan, pebuatan, dan persetujuan yang
disandarkan kepada Nabin Muhammad SAW. Menurut ahli hadist (Muhaddisin, hadist secara terminologi diartikan sebagai sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, atau
persetujuan, dan sifat-sifatnya baik sifat fisik (khalqiyah) dan sifat perangai (khuluqiyah),
baik yang berkaitan dengan hukum atau tidak. (2,3)
Hadist
merupakan sumber agama kedua setelah al-Qur’an, hadist terdiri dari ribuan
riwayat kata dan perbuatan Nabi Muhammad, sebagaimana yang diriwayatkan oleh
generasi-generasi muslim yang berawal dengan dengan melalui tangan pertama yang
melaporkan diri di antara sahabat Nabi, generasi pertama muslim. Tiap-tiap
riwayat memiliki sebuah mata rantai (isnad)
periwayatan, masing-masing individu dicantumkan dengan nama, semua jalan
kembali kepada saksi pertama; dan sebuah tubuh teks (matan) yang berupa
kata-kata pendek hingga beberapa halaman panjangnya. Dan hadist
berisi tentang masalah-masalah sosial yang dilakukan oleh Rasulullah dan
dijadikan sebagai sumber hukum. (6,7)
B.
Sinonim
Kata Hadist
Hadist
yang merupakan sumner hukum kedua setelah al-Qur’an memiliki beberapa sinonim
kata, diantaranya sunnah, khabar, dan atsar.
Menurut sebagian ulama, hadist juga disebut sunnah. Hanya sebagian ulama
saja, seperti Abd al-Rahman al-Mahdi (135-196 H), yang membedakan keduanya.
Sunnah berlaku terhadap sesuatu yang dilakukan Nabi sebelum atau pada masa
kerasulannya, sedangkan hadist diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan
nabi pada masa kerasulannya saja. Di samping itu, khabar dan atsar juga bersinonim dengan hadist.
Hanya ulama khurasan yang membedakannya, yakni kalau atsar itu hadist mauquf (Hdist
Yng disandarkan kepada Rasulullah), sedanglan khabar adalah hadist marfu’ (hadist yang disandarkan kepada
para sahabat). (1,2,3)
1. Sunnah
Sunah
menurut bahasa adalah (as-sirah) artinya
perjalanan atau sejarah, baik atau buruk masih bersifat umum. Menurut ulama,
hadist adalah penyandaran sesuatu kepada Nabi walaupun baharu sekali dikerjakan
atau bahkan masih berupa azam (hadist wahmi).
Sedangkan yang dimaksud dengan sunnah adalah kebiasaan yang telah dilakukan
Rasulullah secara berulang kali. Dan menurut ahli Ushul (usuliyyun), hadist identik dengan perkataan Rasulullah, sedangkan
sunnah lebih pada tindakan dan kebiasaan yang telah menjadi tradisi. (2,3)
2. Khabar
secara
etimologi, khabar diartikan al-naba atau berita. Menurut Muhaddisin, khabar identik dengan hadist, yaitu segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat.
Namun, mayoritas ulama berpendapat bahwa hadist khusus berasal dari nabi,
sedangkan khabar bukan hanya datang dari Nabi, tetapi juga datang dari yang
lainnya, termasuk umat-umat terdahulu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
setiap hadist adalah khabar, tetapi
tidak semua khabar adalah hadist. (2,3)
3. Atsar
Atsar secara
bahasa berarti peninggalan. Adalah sesuatu yang disandarkan kepada sahabat (mawquf’) dan tabi’in (maqthu’) baik perkataan ataupun
perbuatan. Menurut muhaddisin, atsar adalah
sesuatu yang disandarkan kepada Rasul (marfu’),
para sahabat (mawquf), dan ulama salaf.
Dan menurut ulama Khurasan, atsar adalah berita bersifat mawquf, sedangkan khabar adalah berita marfu’. Dengan demikian dapat
disimpulakn bahwa atsar lebih umum
daripada khabar, karena khabar merupakan berita yang datang dari Nabi dan
sahabat, sedangkan atsar merupakan
berita yang datang dari Nabi, atau para sahabat, atau yang lainnya. (2,3)
C.
Perbedaan
antara Hadist Nabawy, Hadist Qudsi, dan Al-Qur’an
Ulama
berpendapat bahwa terdapat beberapa perbedaan antara al-Qur’an, hadist Qudsi,
dan Hadist Nabawi. Perbedaan yang mendasar antara ketiganya adalah:
1. Al-Qur’an,
makna dan lafadznya berasal dari Allah.
2. Hadist
Qudsi, maknanya dari Allah, tetapi lafadznya dari Rasul
3. Hadist
Nabawi, makna dan lafadznya berasal dari nabi, tetapi apabila hal tersebut
benar, maka akan didiamkan oleh wahyu. Dan apabila mengandung kekeliruan, maka
maka akan dibetulkan oleh wahyu. (2,3)
D.
Fungsi
dan Kedudukan Hadist
Ada
beberapa fungsi hadist yang telah disepakati oleh para ulama, dan semuanya
dapat disimpulkan dalam empat fungsi sebagai berikut.
1. Posisi
hadist sebagai penguat keterangan al-Qur’an (ta’kid)
2. Sebagai
penjelas al-Qur’an. Adapun penjelasan yang diberikan meliputi 3 hal, yaitu:
a. Memberikan
penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat global (tafsil al-mujmal), baik yang
bersangkutan dengan hukum maupun ibadah, dan biasa disebut dengan bayan tafsir.
b. Hadist
mengkhususkan ayat-ayat yang umum (takhshis
al-‘amm).
c. Hadist
membatasi kemuthlakan al-Qur’an, atau yang biasa disebut dengan bayan taqyid.
3. Hadist
mencabang dari pokok dalam al-Qur’an (tafri’
‘ala al-ashl)
4. Menciptakan
hukum syari’at yang masih belum dijelaskan oleh al-Qur’an, dan di sebut dengan bayan tasyri’
Adapun
kedudukan hadist sebagai dasar hukum
agama berada di urutan kedua, setelah al-Qur’an. hal ini dimaklumi krena
beberapa alasan sebagai berikut.
1. Fungsi
hadist yang merupakan penjelas dan tambahan terhadap al-Qur’an
2. Mayoritas
sunnah relatif kebenarannya.
Dari
dua lasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hadist merupakan sumber hukum
kedua dalam ajaran islam. (2,3)
E.
Hadist-Hadist
tentang Kesehatan
Hadist
yang merupakan sumber hukum kedua dalam islam, setelah al-Qur’an telah banyak
menjelaskan tentang kesehatan baik tata cara pemiliharaannya, ataupun tata cara
mengobati penyakit ketika kesehatan itu hilang. Diantara hadist-hadist tentang
kesehatan adalah sebagai berikut: (2,4)
1. Perintah
untuk menjaga hati
Hati
bukan sekedar segumpal darah yang tidak ada gunanya, tetapi hati adalah
penggerak segala kehidupan manusia. Apabila hati seseorang rusak atau terganggu
oleh sesuatu, maka seluruh tubuh akan menerima efeknya, seperti sabda Rasulullah
SAW. yang berbunyi:
أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا
صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ
أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ (اللفظ لالبخاري)
Ketahuilah bahwa dalam
diri ini terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ini
dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adalah
hati (jantung). (HR al-Bukhari dan Muslim -redaksi
lafazh dari al-Bukhari-)
2.
Perintah untuk
berobat
Setiap penyakit
pasti ada obatnya, walaupun sebagian penyakit belum ditemukan obatnya. Dan
segala hal yang ada di dunia ini berasal dari Allah, termasuk penyakit. Oleh
karena itu, agama islam sangat menyuruh umatnya untuk terus berusaha untuk
mendapakan obat terhadap segala penyakit yang ia alami, dan yang terpenting
adalah kehalalan obat tersebut, karena islam sangat melarang umatnya untuk
berobat dengan hal-hal yang dilarang oleh agama selama masih ada obat yang lain
dan tidak dalam keadaan darurat. Hal ini tercantum dalam beberapa hadist nabi,
diantaranya:
عن جابر بن عبد الله لِكُلِّ دَاءٍ
دَوَاءٌ، فَإِذَا أَصَابَ الدَّوَاءُ الدَّاءَ، بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ
وَجَلَّ
“Setiap penyakit pasti
memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh
dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
عن اسامة: كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَجَاءَتِ اْلأَعْرَابُ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
أَنَتَدَاوَى؟ فَقَالَ: نَعَمْ يَا عِبَادَ اللهِ، تَدَاوَوْا، فَإِنَّ اللهَ
عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وَضَعَ لَهُ شِفَاءً غَيْرَ دَاءٍ
وَاحِدٍ. قَالُوا: مَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ
Aku
pernah berada di samping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu
datanglah serombongan Arab dusun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?” Beliau menjawab: “Iya, wahai
para hamba Allah, berobatlah. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah
meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu
penyakit.” Mereka bertanya: “Penyakit apa itu?” Beliau menjawab: “Penyakit
tua.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul
Mufrad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi, beliau berkata bahwa hadits ini
hasan shahih.
إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ
وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا
بِحَرَامٍ
“Sesungguhnya
Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, demikian pula Allah menjadikan
bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian dan janganlah berobat
dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud dari Abud Darda`
radhiallahu ‘anhu)
3.
Anjuran untuk
makan dan minum secukupnya
عَنْ مِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيكَرِبَ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مَلأَ آدَمِىٌّ
وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلاَتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ
فَإِنْ كَانَ لاَ مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ
لِنَفَسِهِ
Artinya:
Dari Miqdam bin Ma’dikariba berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda “tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), jika tidak bisa demikian, maka hendaklah ia memenuhi sepertiga lambungnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk bernafas” (HR. At-Tirmidzi)
Dari Miqdam bin Ma’dikariba berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda “tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), jika tidak bisa demikian, maka hendaklah ia memenuhi sepertiga lambungnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk bernafas” (HR. At-Tirmidzi)
4.
Larangan meniup makanan atau
minuman
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى
الله عليه وسلم- نَهَى أَنْ يُتَنَفَّسَ فِى الإِنَاءِ أَوْ يُنْفَخَ فِيهِ.
Artinya:
Dari Ibn ‘Abbas “Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Telah Melarang Bernafas Di Dalam Bejana Atau Melarang Untuk Meniup Padanya.” (HR. At-Tarmidzi)
Dari Ibn ‘Abbas “Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Telah Melarang Bernafas Di Dalam Bejana Atau Melarang Untuk Meniup Padanya.” (HR. At-Tarmidzi)
5.
Perintah cuci
tangan
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى
الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ
يَغْمِسْ يَدَهُ فِى الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى
أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
Dari Abu Hurairah radhiya alläh
‘anh, sesungguhnya Nabi Muhammad shallallähu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika
salah seorang diantara kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah ia
membenamkan tangannya ke dalam bejana sehingga ia mencucinya tiga kali, karena
ia tidak tahu dimanakah tangannya waktu tidur itu berada.” (HR. Imam Muslim)
6.
Perintah
berkhitan
Khitan
(circumcisis) adalah memotong kulup (praeputtium glnsdis). Dilakukan agar kepala zakar (glans penis) terbuka selamanya. Khitan pada laki-laki maupun
perempuan sudah dikenal jauh sebelum abad Masehi mulai. Menurut Herodotus,
selain mesir, juga Syiria dan berbagai bangsa Asia melakukan kebiasaan
tersebut. Secara medis, khitan sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena
dengannya penis lebih mudah dibersihkan, dan statistik menunjukkan bahwa orang
yang dikhitan lebih jarang menderita kanker penis.
Di
Amerika Serikat, penderita kanker penis mencapai 1-3% diantar tumor ganas pada
pria, sedangkan di daerah Israel, anak harus di khitan pada umur 2 minggu pertama,
dan hasilnya kanker penis jarang ditemukan. Hadist yang memerintahkan berkhitan
diantaranya:
الْفِطْرَةُ خَمْسٌ ( أَوْ خَمْسٌ مِنَ
الْفِطْرَةِ ) الْخِتَانُ وَالْاِسْتِحْدَادُ وَتَقْلِيْمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ
الْإِبْطِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Fithrah
itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu
ketiak, dan mencukur kumis”. [HR. Al-Bukhoriy
(5889), Muslim (257), Abu Dawud (4198), dan An-Nasa'iy (9)]
أَلْقِ عَنْكَ شَعْرَ الْكُفْرِ وَاخْتَتِنْ
“Buanglah darimu rambut
kekufuran, dan berkhitanlah”. [HR. Abdur Razzaq
(9835 & 19224), Ahmad (15470), Abu Dawud (356), Al-Baihaqiy (781 &
17335), Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (982). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh
Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (2977)]
7.
Anjuran Mencukur
Bulu Kemaluan
وَقَّتَ لَنَا فِيْ قَصِّ الشَّارِبِ
وَتَقْلِيْمِ الْأَظفَارِ وَنَتْفِ الْإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا
نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
“Nabi -Shallallahu
‘alaihi wa sallam- telah menetapkan waktu bagi kami dalam mencukur kumis,
memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, yaitu agar
kami tak membiarkannya lebih dari 40 malam”. [HR. Muslim
(258), Abu Dawud (4200), At-Tirmidziy (2759), An-Nasa'iy (14), dan Ibnu Majah
(295)]
8.
Anjuran memotong
Kuku
Kebiasaan
memanjangkan kuku banyak dilakukan oleh orang-orang kafir dan fasik serta
menyalahi sunnah Rasulullah.
مَنْ تَشَبَّه َبِقَوْم ٍفَهُوَمِنْهُمْ
“Barang siapa yang
menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum tersebut”
(HR. Abu Dawud (4031), Ahmad (5114), Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (8327), Ibnu
Manshur dalam As-Sunan (2370). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij
Al-Misykah (4347)
9.
Anjuran mencabut Bulu Ketiak
Nabi sangat
menjaga kebersihan badan terutama dari bau yang menyebabkan terganggunya orang
lain, salah satu sumber bau badan adalah ketiak, mencabut bulu ketiak merupakan
upaya untuk menjaga tubuh senantiasa bersih.
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ
الْمُنْتِنَةِ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَأَذَّى
مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ الْإِنْسُ
“Barang siapa yang
memakan pohon (tanaman) yang busuk ini, maka janganlah ia mendekati masjid
kami, karena malaikat terganggu oleh sesuatu yang mengganggu manusia”.
[HR. Muslim dalam Kitab Al-Masajid (1252)]
10.
Anjuran mencukur
Kumis
أُحْفُوْا الشَّوَارِبَ وَأْعْفُوْا اللِّحَى
“Potonglah (tepi)
kumis, dan biarkanlah (panjangkan) jenggot”. [HR.
Al-Bukhoriy (5553), dan Muslim (259)]
11.
Larangan buang
air di tempat yang tergenang
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- أَنَّهُ نَهَى عَنِ الْبَوْلِ فِى الْمَاءِ الرَّاكِدِ
Artinya:
Dari Jubair ra dari Nabi SAW, sesungguhnya Nabi melarang kencing di air yang tidak mengalir. (HR an-Nasa’i).
Dari Jubair ra dari Nabi SAW, sesungguhnya Nabi melarang kencing di air yang tidak mengalir. (HR an-Nasa’i).
12.
Anjuran
berolahraga
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ : « إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
يُدْخِلُ بِالسَّهْمِ الْوَاحِدِ ثَلاَثَةَ نَفَرٍ الْجَنَّةَ : صَانِعَهُ
يَحْتَسِبُ فِى صَنْعَتِهِ الْخَيْرَ وَالرَّامِىَ بِهِ وَمُنْبِلَهُ وَارْمُوا
وَارْكَبُوا وَأَنْ تَرْمُوا أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ أَنْ تَرْكَبُوا لَيْسَ مِنَ
اللَّهْوِ إِلاَّ ثَلاَثٌ : تَأْدِيبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمُلاَعَبَتُهُ
أَهْلَهُ وَرَمْيُهُ بِقَوْسِهِ وَنَبْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ الرَّمْىَ بَعْدَ مَا
عَلِمَهُ رَغْبَةً عَنْهُ فَإِنَّهَا نِعْمَةٌ تَرَكَهَا ». أَوْ قَالَ : «
كَفَرَهَا ».
Artinya:
Dari ‘Uqbah bin ‘Amr berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda ‘Sesungguhnya Allah SWT akan memasukan tiga kelompok ke dalam Sorga karena sebab panah satu, yaitu pembuat panah yang mengharapkan kebaikan dari panah buatannya, pemanah dan pelontar anak panah, maka memanahlah dan naikilah (kuda) kalian semuanya, adapaun memanah lebih aku sukai dari pada naik kuda. Bukanlah suatu lahw kecuali pada tiga hal; Seorang yang mengajari kudanya, permainannya terhadap istrinya dan permainan busur dan anak panahnya, barang siapa meninggalkan olahraga panah setelah mempelajarinya karena benci maka (ketahuilah) bahwa sesungguhnya ia adalah suatu nikmat yang telah dia tinggalkan’ atau Nabi berkata ‘yang telah ia kufuri.’ (HR. Abu Daud)
13.
Pengobatan Nabi (thibb an-nabawi)
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ( الشِّفَاءُ فِي ثَلاَثَةٍ فِي شَرْطَةِ
مِحْجَمٍ أَوْ شَرْبَةِ عَسَلٍِ أَوْ كَيَّةِ بِنَارٍ وَأَنَا أَنْهَى أُمَّتِيْ
عَنِ الْكَيِّ )
Artinya:
Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi Muhammad SAW bersabda: “Obat terdapat dalam tiga hal, yaitu pada ketentuannya tukang bekam, minuman madu, atau besi yang dipanaskan, akan tetapi aku melarang umatku berobat menggunakan besi yang dipanaskan” (HR. Al-Bukhari)
Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi Muhammad SAW bersabda: “Obat terdapat dalam tiga hal, yaitu pada ketentuannya tukang bekam, minuman madu, atau besi yang dipanaskan, akan tetapi aku melarang umatku berobat menggunakan besi yang dipanaskan” (HR. Al-Bukhari)
خَرَجْنَا وَمَعَنَا غَالِبُ بْنُ أَبْجَرَ
فَمَرِضَ فِي الطَّرِيقِ فَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ وَهُوَ مَرِيضٌ فَعَادَهُ ابْنُ
أَبِي عَتِيقٍ فَقَالَ لَنَا عَلَيْكُمْ بِهَذِهِ الْحُبَيْبَةِ السَّوْدَاءِ
فَخُذُوا مِنْهَا خَمْسًا أَوْ سَبْعًا فَاسْحَقُوهَا ثُمَّ اقْطُرُوهَا فِي
أَنْفِهِ بِقَطَرَاتِ زَيْتٍ فِي هَذَا الْجَانِبِ وَفِي هَذَا الْجَانِبِ فَإِنَّ
عَائِشَةَ حَدَّثَتْنِي أَنَّهَا سَمِعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ هَذِهِ الْحَبَّةَ السَّوْدَاءَ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ
إِلَّا مِنْ السَّامِ قُلْتُ وَمَا السَّامُ قَالَ الْمَوْتُ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah telah menceritakan kepada kami Isra`il dari Manshur dari Khalid bin Sa'd dia berkata; Kami pernah bepergian yang di antaranya terdapat Ghalib bin Abjar, di tengah jalan ia jatuh sakit, ketika sampai di Madinah ia masih menderita sakit, lalu Ibnu Abu 'Atiq menjenguknya dan berkata kepada kami; Hendaknya kalian memberinya habbatus sauda' (jintan hitam), ambillah lima atau tujuh biji, lalu tumbuklah hingga halus, setelah itu teteskanlah di hidungnya di sertai dengan tetesan minyak sebelah sini dan sebelah sini, karena sesungguhnya Aisyah pernah menceritakan kepadaku bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya habbatus sauda' ini adalah obat dari segala macam penyakit kecuali saam. Aku bertanya; Apakah saam itu? beliau menjawab: Kematian.. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah telah menceritakan kepada kami Isra`il dari Manshur dari Khalid bin Sa'd dia berkata; Kami pernah bepergian yang di antaranya terdapat Ghalib bin Abjar, di tengah jalan ia jatuh sakit, ketika sampai di Madinah ia masih menderita sakit, lalu Ibnu Abu 'Atiq menjenguknya dan berkata kepada kami; Hendaknya kalian memberinya habbatus sauda' (jintan hitam), ambillah lima atau tujuh biji, lalu tumbuklah hingga halus, setelah itu teteskanlah di hidungnya di sertai dengan tetesan minyak sebelah sini dan sebelah sini, karena sesungguhnya Aisyah pernah menceritakan kepadaku bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya habbatus sauda' ini adalah obat dari segala macam penyakit kecuali saam. Aku bertanya; Apakah saam itu? beliau menjawab: Kematian.. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
عَنْ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم : ائْتَدِمُوا بِالزَّيْتِ وَادَّهِنُوا بِهِ فَإِنَّهُ يَخْرُجُ
مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ
Artinya:
Dari ‘Umar, beliau berkata bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Berobatlah dengan minyak zaitun dan minyakilah dengannya, karena ia berasal dari pohon yang penuh barakah”
Dari ‘Umar, beliau berkata bahwa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Berobatlah dengan minyak zaitun dan minyakilah dengannya, karena ia berasal dari pohon yang penuh barakah”
عن أبي سعيد : أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَخِي يَشْتَكِي بَطْنَهُ فَقَالَ
اسْقِهِ عَسَلًا ثُمَّ أَتَى الثَّانِيَةَ فَقَالَ اسْقِهِ عَسَلًا ثُمَّ أَتَاهُ
الثَّالِثَةَ فَقَالَ اسْقِهِ عَسَلًا ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ قَدْ فَعَلْتُ
فَقَالَ صَدَقَ اللَّهُ وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيكَ اسْقِهِ عَسَلًا فَسَقَاهُ
فَبَرَأَ
Artinya:
Dari Abi Sa’id: “Ada seseorang menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: ‘Saudaraku mengeluhkan sakit pada perutnya.’ Nabi berkata: ‘Minumkan ia madu.’ Kemudian orang itu datang untuk kedua kalinya, Nabi berkata: ‘Minumkan ia madu.’ Orang itu datang lagi pada kali yang ketiga, Nabi tetap berkata: ‘Minumkan ia madu.’Setelah itu, orang itu datang lagi dan menyatakan: ‘Aku telah melakukannya (namun belum sembuh juga malah bertambah mencret).’ Nabi bersabda: ‘Allah Mahabenar dan perut saudaramu itu dusta. Minumkan lagi madu.’ Orang itu meminumkannya lagi, maka saudaranya pun sembuh.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim –redaksi dari al-Bukhari-)
Dari Abi Sa’id: “Ada seseorang menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: ‘Saudaraku mengeluhkan sakit pada perutnya.’ Nabi berkata: ‘Minumkan ia madu.’ Kemudian orang itu datang untuk kedua kalinya, Nabi berkata: ‘Minumkan ia madu.’ Orang itu datang lagi pada kali yang ketiga, Nabi tetap berkata: ‘Minumkan ia madu.’Setelah itu, orang itu datang lagi dan menyatakan: ‘Aku telah melakukannya (namun belum sembuh juga malah bertambah mencret).’ Nabi bersabda: ‘Allah Mahabenar dan perut saudaramu itu dusta. Minumkan lagi madu.’ Orang itu meminumkannya lagi, maka saudaranya pun sembuh.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim –redaksi dari al-Bukhari-)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ ( الحُمَّى مِنْ فَيْحِ
جَهَنَّمَ فَاَبْرِدُوْهَا بِالْمَاءِ
Diceritakan dari ‘Aisyah r.a. bahwa
Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: Panas demam itu berasal dari didihan api
neraka jahanam, karena itu dinginkanlah panasnya dengan air. (HR.
al-Bukhari dan Muslim)
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ :احْتَجَمَ النَّبِىُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَعْطَى الْحَجَّامَ أَجْرَهُ وَلَوْ عَلِمَ كَرَاهِيَةً لَمْ يُعْطِه
Dari
Ibnu Abbas, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dan
memberikan upah kepada tukang bekam. Seandainya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengetahui bahwa hal tersebut terlarang, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak akan memberi upah kepadanya.” (Hr. Bukhari,
no. 2159)
14.
Larangan berobat
dengan hal yang kotor atau haram
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ
Artinya:
Dari Abu Hurairah, beliau berkata: Rasulullah saw. melarang berobat menggunakan sesuatu yang kotor/najis. (HR. Abu Daud Turmudzi, Ahmad bin Hambal, dan Ibn Majah)
Dari Abu Hurairah, beliau berkata: Rasulullah saw. melarang berobat menggunakan sesuatu yang kotor/najis. (HR. Abu Daud Turmudzi, Ahmad bin Hambal, dan Ibn Majah)
سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ الْخَمْرِ فَنَهَاهُ أَوْ كَرِهَ أَنْ يَصْنَعَهَا فَقَالَ
إِنَّمَا أَصْنَعُهَا لِلدَّوَاءِ فَقَالَ إِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَلَكِنَّهُ
دَاءٌ
“Dia pernah bertanya kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai khamar, maka beliau pun melarangnya atau
benci membuatnya. Lalu dia berkata, “Saya membuatnya hanya untuk obat.” Maka
beliau bersabda, “Khamar itu bukanlah obat, akan tetapi dia adalah penyakit.”
(HR. Muslim no. 1984)
15.
Perintah untuk
menjauhi penyakit
أن أبا هريرة قال : إن رسول الله صلى الله عليه
و سلم قال ( لا عدوى ) قال أبو سلمة بن عبد الرحمن سمعت أبا هريرة : عن النبي صلى
الله عليه و سلم قال (لَا تُورِدُوا الْمُمْرِض عَلَى الْمُصِحّ )
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a dia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “ la ‘adwa (tidak ada penyakit menular). Abu Salah bin ‘Abdurrahman berkata: ‘Saya mendengar Abu Hurairah berkata’: ‘Dari Nabi SAW bersabda: ”Janganlah kalian campur hewan sakit dengan yang masih sehat.” (HR. Al-Bukhari)
Dari Abu Hurairah r.a dia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “ la ‘adwa (tidak ada penyakit menular). Abu Salah bin ‘Abdurrahman berkata: ‘Saya mendengar Abu Hurairah berkata’: ‘Dari Nabi SAW bersabda: ”Janganlah kalian campur hewan sakit dengan yang masih sehat.” (HR. Al-Bukhari)
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ فِي أَرْضٍ فَلا تَدْخُلُوهَا ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلا تَخْرُجُوا مِنْهَا
Artinya:
“Jika kalian mendengar ada wabah penyakit di suatu daerah maka kalian jangan memasuki daerah tersebut, dan jika wabah tersebut mengenai suatu daerah dan kalian berada di dalamnya maka janganlah kalian keluar dari daerah tersebut.” (HR. Al-Bukhari)
“Jika kalian mendengar ada wabah penyakit di suatu daerah maka kalian jangan memasuki daerah tersebut, dan jika wabah tersebut mengenai suatu daerah dan kalian berada di dalamnya maka janganlah kalian keluar dari daerah tersebut.” (HR. Al-Bukhari)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَتَى مَرِيضًا أَوْ أُتِيَ بِهِ قَالَ أَذْهِبْ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ اشْفِ وَأَنْتَ الشَّافِي لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا
Dari ‘Aisyah r.a. bahwa Rasulullah
SAW ketika menjenguk orang sakit atau ada orang sakit yang mendatangi beliau
maka Nabi berdoa “Pergilah penyakit yang parah, Wahai Tuhan semua manusia,
Sembuhkanlah sungguh Engkaulah Dzat Yang Menyembuhkan, tidak ada kesembuhan
kecuali kesembuhan yang berasal dari-Mu yaitu kesembuhan yang tidak
meninggalkan sakit sedikitpun” (HR. Al-Bukhari)
16.
Larangan meminta
kesembuahan selain kepada Allah
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم : يَتَعَوَّذُ مِنَ الْجَانِ وَعَيْنِ اْلإِنْسَانِ
حَتَّى نَزَلَتِ الْمُعَوِّذَتَانِ فَلَمَّا نَزَلَتَا أَخَذَ بِهِمَا وَتَرَكَ
مَاسِوَا هُمَا. رواه الترمذى
Artinya:
Dari Abi Sa’id, dia berkata bahwa Rasulullah SAW senantiasa meminta perlindungan dari beberapa Jin dan penyakit ‘ain manusia sampai turunlah surat al-mu’awidatani, ketika kedua ayat itu telah turun maka nabi meminta perlindungan dengan kedua ayat tersebut dan meninggalkan yang selainnya. (HR. At-Tirmidzi)
Dari Abi Sa’id, dia berkata bahwa Rasulullah SAW senantiasa meminta perlindungan dari beberapa Jin dan penyakit ‘ain manusia sampai turunlah surat al-mu’awidatani, ketika kedua ayat itu telah turun maka nabi meminta perlindungan dengan kedua ayat tersebut dan meninggalkan yang selainnya. (HR. At-Tirmidzi)
BAB
III
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa hadist yang merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an dalam islam,
sangat memperhatikan tentang masalah kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya hadist-hadist yang menjelaskan tentang pentingnya arti sebuah
kesehtan bagi manusia. Hadist-hadist tersebut meliputi tata cara memelihara
kesehatan, dan mengobati penyakit yang dialami.
Oleh karena itu, kita sebagai seorang
muslim yang menjadikan hadist sebagai pedoman hidup kedua, harus selalu
mempelajari, memahami, dan menggali ilmu-ilmu yang ada di dalamnya, baik
tentang ilmu agama ataupun ilmu dunia. Karena segala ilmu pengetahuan bersumber
dari al-Qur’an dan hadist Rasulullah SAW.
REFERENCES
(1) Abuddin
Nata, Suwito, Masykuri Abdillah, Armai Arief. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu
agama. Tanggerang: UIN Jakarta Press; 2003.
(2) Rahman.
Hadist-Hadist yang Berkaitan dengan
Kesehatan (Materi Kuliah 02/10/2012). Jakarta; 2012.
(3) Achmad
Ghalib. Study Islam: Belajar Memahami Agama, Al-Qur’an, Al-Hadist dan sejarah
peradaban Islam. Jakarta: Faza Media; 2005.
(4) Abuddin
Nata. Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran. Jakarta: FKIK UIN
Jakarta; 2004.
(5) Departeman
Agama RI. Islam untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan 1. 4th ed. Jakarta: Departemen Agama RI; 2002.
(6) John
Renard. Dimensi-Dimensi Islam. Jakarta: Inisiasi Press; 2004
(7) Ahmad
Mudjab Mahalli, Ahmad Rodli Hasbullah. Hadist-Hadist Muttafaq ‘Alaih. Jakarta:
Kencana; 2004..
Tidak ada komentar: