DEMOKRASI DAN MUSYAWARAH DALAM ISLAM
-->
Demokrasi dan
Musyawarah dalam Islam
Demokrasi
merupakan sebuah kata yang tidak asing lagi kita dengar di media cetak, ataupun
di media elektronik. Kata demokrasi mulai ramai diperbincangkan setelah
jatuhnya rezim orde baru dan dimulainya pemerintahan reformasi. Kata ini juga
mempunyai arti penting dalam sejarah perkembangan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, tanpa kata ini mungkin sekarang kita masih belum bisa merasakan
indahnya kemerdekaan yang sebenarnya.
Demokrasi
berasal dari Bahasa Yunani, yaitu Demos yang
artinya rakyat, dan Creatine atau cratos yang artinya kekuasaan atau
kedaulatan. Dari pengertian secara bahasa tersebut, kita dapat mengambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan demokrasi adalah pemerintahan yang
kekuasaan tertingginya berada di tangan rakyat, dan dilakukan dengan adanya
perwakilan yang dipilih oleh rakyat secara langsung dan bebas. Menurut Abraham
Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.
Kata
demokrasi biasanya identik dengan kata kebebasan (freedom). Namun sebenarnya, kata demokrasi tidaklah sama dengan
kebebasan, karena yang dimaksud dengan demokrasi adalah ide, praktik, dan usaha
untuk mencapai sebuah kebebasan. Sehingga persamaan kedudukan suatu warga
negara dan kualitas pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) dapat menjadi indikator
keberhasilan demokrasi di dalam negara tersebut.
Menurut
Hendry B. Mayo, demokrasi adalah suatu sistem politik yang menunjukkan bahwa
kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil rakyat yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan
atas prinsip-prinsip politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
demokrasi adalah pemerintahan yang berdasarkan pada tiga hal, yaitu
pemerintahan dari rakyat (Government of
the people), pemerintahan oleh rakyat (Government
by the people), dan pemerintahan untuk rakyat (Government for the people).
Demokrasi
tidak akan bisa terwujud semudah membalikkan telapak tangan, tetapi harus
melalui usaha, sejarah, dan proses pembelajaran yang panjang, serta penghayatan
dari masyarakatnya sendiri. Ada enam norma yang harus dimiliki oleh masyarakat
demi terwujudnya demokrasi yang sebenarnya. Enam norma tersebut adalah sebagai
berikut.
1.
Kesadaran akan pluralisme
2.
Musyawarah
3.
Cara haruslah sejalan dengan
tujuan
4.
Norma kejujuran dalam kemufakatan
5.
Kebebasan nurani, pesamaan hak
dan kewajiban
6.
Trial
and error (percobaaan
dan salah) dalam berdemokrasi.
Selain
norma-norma tersebut, dalam demokrasi juga terdapat pilar-pilar yang akan
menjadi indikator keberhasilan demokrasi tersebut. Menurut pakar politik J.
Kristiadi, terdapat sepuluh pilar dalam demokrasi, yaitu: (1) kedaulatan
rakyat; (2) pemerintahan berdasarkan persetujuan yang diperintah; (3) kekuasaan
mayoritas (hasil pemilu); (4) jaminan hak-hak minoritas;(5) jaminan HAM; (6)
persamaan di depan hukum; (7) proses hukum yang berkeadilan; (8)pembatasan
kekuasaan pemerintah melalui konstitusi; (9) pluralisme sosial, ekonomi, dan
politik; dan (10) pengembangan nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama,
dan mufakat.
Dalam
pelaksanaannya, demokrasi membutuhkan peran yang aktif dari pemerintah dan warga
negara sendiri. Pemerintah tidak boleh hanya berdiam diri, tetapi pemerintah
harus menjamin terlaksananya norma-norma dan pilar-pilar demokrasi. Dan
sebaliknya, warga negara juga harus berperan aktif dalam proses demokrasi,
warga negara harus bisa mengawasi jalannya demokrasi yang dilakukan oleh
wakil-wakil mereka di parlemen, sehingga jalannya demokrasi tidak menyimpang
atau bahkan sengaja dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu.
Demi
tegaknya sebuah demokrasi dalam suatu negara, harus ada tiga unsur yang akan
menopang jalannya demokrasi tersebut, yaitu: (1) negara hukum (rechaataat atau the role of law); (2)
masyarakat madani; (3) aliansi kelompok strategis. Ketiga unsur tersebut saling
berhubungan dan jika salah satu unsur saja hilang, maka proses pendemokrasian
suatu bangsa akan terhambat atau bahkan tidak akan terwujud sama sekali.
Demokrasi
sejati yang merupakan impian dan harapan oleh setiap bangsa harus mempunyai
prinsip-prinsip dasar, diantaranya: kebebasan, persamaan, dan pluralisme.
Namun, untuk mencapai demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya cukup sampai di
sana, tetapi ada indikator-indikator lain yang dapat menjelaskan bahwa suatu
negara sudah bisa dikatakan demokratis atau tidak. Indikator tersebut antara
lain:
1.
pemilihan
umum sebagai proses pembentukan pemerintah. Salah satu indikator terwujudnya
demokrasi adalah terlaksananya pemilihan umum dalam pembentukan
pemerintahannya, karena sampai sekarang pemilihan umum masih dianggap sebagai
cara terbaik dalam pembentukan pemerintahan.
2.
susunan
kekuasaan.
Adanya susunan kekuasaan ini bertujuan agar tidak terdapat penumpukan atau
monopoli kekuasaan oleh seseorang atau suatu daerah tertentu.
3.
kontrol
rakyat.
Hal ini sangat perlu demi terwujudnya kontrol dan keseimbangan (control and balance) dalam pelaksanaan
kekuasaan legeslatif dan eksekutif, sehingga
tidak terdapat penyimpangan atau manipulasi terhadap demokrasi dan
kebebasan.
Kalau
kita berbicara tentang hubungan antara islam dan demokrasi akan muncul berbagai
opini terhadap hubungan keduanya. Beberapa ahli mengatakan bahwa islam tidak
akan bisa menjalankan sistem demokrasi, seperti yang diungkapkan oleh beberapa
tokoh, diantaranya Larry Diamond, Juan J. Linze. Dan Seymur Martin lipset.
Namun, sepertinya ungkapan ini terpatahkan dengan keberhasilan demokrasi di
Indonesia. Ada tiga opini tentang hubungan antara islam dan demokrasi: Pertama. Islam dan demokrasi adalah dua
hal yang berbeda. Kedua. Islam
berbeda dengan demokrasi jika didefinisikan secara prosedural seperti
dipraktikkan dan dipahami di negeri barat. Ketiga.
Islam adalah sistem nilai yang membenarkan dan mendukung sistem politik demokratisasi
seperti yang dipraktikkan oleh negara-negara maju. Dari ketiga opini diatas,
yang menjadi permasalahan inti dari hubungan islam dan demokrasi adalah tempat
munculnya demokrasi dan sistem demokrasi yang lebih menekankan pada dominasi
mayoritas. Tetapi sebagian ahli seperti John Eksposito dan O. Voll mempunyai
pandangan lain, mereka menyakatakan bahwa hubungan islam dan demokrasi hanya
menunggu waktu saja. Hal ini diperkuat dengan adanya tuntutan demokrasi yang
sedang terjadi di beberapa negara muslim, seperti Malaysia, Mesir, Turki, dan
bahkan di Arab Saudi sendiri.
Konsep
demokrasi sebenarnya hampir sama dengan konsep musyawarah (Syura) dalam islam. Namun, terdapat beberapa perbedaan diantara
keduanya yang menyebabkan sebagian orang islam sulit menerima konsep demokrasi
tersebut. Ada dua hal yang mendasari perbedaan tersebut, diantaranya: (1)
demokrasi berasal dari negara barat, sedangkan musyawarah dalam islam berasal
dari negara timur; (2) keputusan dalam sistem demokrasi lebih menekankan pada
suara terbanyak, sedangkan keputusan dalam sistem musyawarah diambil
berdasarkan kesepakan bersama, walaupun pendapat tersebut berasal dari
minoritas. Namun terlepas dari dua hal tersebut, demokrasi dan musyawarah
memiliki tujuan yang sama yaitu menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh
setiap kalangan mayoritas dan kalangan minoritas.
musyawarah dalam demikrasi menghalalkan yang Allah haramkan. seperti prostitusi...
BalasHapus