Makalah Akidah - Study Islam
-->
BAB
IV
BAB I
PENDAHULUAN
Akidah
merupakan pokok dari ajaran islam. Setiap rasul memiliki tugas untuk
menyampaikan, menegakkan, dan mendidik umatnya diatas pondasi akidah ini.
Karena orang yang memiliki akidah yang benar tidak akan terbelenggu dengan
keyakinan-keyakinan yang menghalangi kemajuan berpikir dan semangat untuk
berbuat amal shaleh. Aqidah yang kuat akan merasuk dalam sanubari, kemudian
menghasilkan buah cinta, yang akhirnya akan menjadikan rasa cemas dan harap
serta tunduk kepada sang khalik Allah azza
wa jalla, dan terbentuk ikatan hati yang kuat antar sesama muslim.
Peranan
ilmu akidah yang sangat penting tersebutlah yang menjadikan ilmu ini wajib
dipelajari, dipahami, dan diamalkan dalam segala aspek kehidupan. Bahkan ada
sebuah perkataan yang berbunyi “awwaluddin
ma’rifatullah”, yang artinya hal pertama yang harus dipelajari oleh
seseorang berkaitan dengan agama adalah
mengenal Allah. Karena mengenal Allah merupakan bagian dari ilmu aqidah, maka
ilmu akidah adalah ilmu pertama yang harus dipelajari oleh seorang muslim.
Dalam makalah ini akan dijelaskan
tentang pengertian, sumber, dasar, dan
tujuan dari ilmu akidah. Makalah ini juga akan membahas tentang
argumentasi filsafat tentang ketuhanan, dan potensi-potensi yang diberikan Allah
kepada manusia untuk mengarungi kehidupan di muka bumi ini. Selanjutnya kami
juga akan membahas tentang pengertian taklif dan hukum-hukum orang yang sudah
dibebani taklif. Dan yang terpenting
dari pembahasan dalam makalah ini adalah
contoh implementasi ilmu akidah tersebut dalam kehidupan sehari-hari
sebagai seorang muslim, dan secara khusus akan dipaparkan tentang implementasi
ilmu akidah dalam berprofesi sebagai dokter muslim.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Akidah
Akidah
berasal dari bahasa Arab, yaitu isim
masdar dari kata aqada yang kemudian
berubah menjadi aqidah yang merupakan
isim mubalaghah dari aqdun. Secara
etimologi akidah berarti sebuah keputusan atau tekad yang tidak dapat diubah
lagi. Aqidah juga diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang keyakinan dasar
agama. Selanjutnya, dalam bahasa asing disebut “islamic theology”, “theos” artinya
tuhan dan “logos”. Oleh karena
itu, ilmu ini khusus membahas tentang
ilmu ketuhanan. (1,2,4)
Akidah
dapat merasuk dalam diri dan hati seseorang dengan dua cara, yaitu secara
tiba-tiba atau yang biasa disebut dengan konversi
agama, dan didahului dengan pengamatan, pengujian, pengalaman, dan
penalaran. Yang dimaksud dengan konversi agama adalah akidah yang secara
langsung masuk dalam diri seseorang tanpa adanya penalaran, pengamatan,
pengalaman, atau pengujian terlebih dahulu, sehingga secara tiba-tiba akidah
tersebut tertanam dalam diri dan hati seseorang yang menyebabkan ia mengambil
keputusan untuk merubah keyakinannya untuk menyembah Tuhan Yang Esa. Sedangkan
tertanamnya akidah dengan cara yang kedua biasanya terjadi pada
cendikiawan-cendekiawan non muslim yang dengan sengaja atau pun tidak sengaja
meneliti, mengamati, dan memikirkan
tentang kebenaran akidah, kemudian dengan penelitian dan pengamatan tersebut ia
mendapatkan kesimpulan bahwa akidah tersebut memang benar. (1)
B.
Dasar
Aqidah
Aqidah
sebagaimana yang telah kita bahas diatas harus memiliki dasar yang akan menjadi
pondasi terwujudnya sebuah akidah yang benar. Dasar akidah tersebut keyakinan
atau yang biasa disebut dengan iman. Iman adalah keyakinan terhadap sesuatu
yang diyakini dalam hati, di ucapkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan
pebuatan anggota tubuh. Tanpa salah satu dari tida hal tersebut, iman seseorang
dianggap belum lengkap atau bahkan tidak bisa dianggap beriman. Iman sendiri
memiliki beberapa bagian sebagai berikut.(1,3,6)
1. Ma’rifat
al Mabda’
Yang dimaksud dengan Ma’rifat al Mabda’
adalah iman yang permulaan yaitu iman kepada Allah, zat yang wujudnya pasti (wajib al wujud) dan Maha Pencipta segala
sesuatu ang wujudnya mumkin. Dan
segala sesuatu mengenai hal yang baik dan buruk pun datang dari Allah,namun
keduanya dibedakan menjadi hal yang yuridu wa yardha (baik) dan yuridu wala yardha (buruk).(1,3,6)
2. Ma’rifat
al Wasithah (Nubuwwah)
Ma’rifat al Wasithah yaitu iman kepada
para perantara yaitu malaikat, kitab, dan rasul. Adanya perantara ini bukan
berarti bahwa Allah tidak mampu untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya langsung
tanpa perantara, tetapi ketidakmampuan manusia untuk menerima langsung
wahyu-wahyu tersebut menjadi penyebab adanya perantara ini. (1,3,6)
3. Ma’rifat
al Ma’ad (Sam’iyyat)
Iman yang ketiga yaitu iman kepada
hal-hal yang hanya bisa di dengar dari berita-berita dalam Al-qur’an dan
As-sunnah, karena hal-hal ini bersifat gaib. Iman yang termasuk dalam kelompok
ini adalah iman kepada hari kiamat dan iman kepada qadha dan qadarnya Allah.
(1,3,6)
Dari
ketiga kelompok diatas ini dapat disimpulkan bahwa terdapat enam hal yang harus
kita ketahui, dan kita imani, serta kita
yakini. Enam hal tersebut yaitu: Allah S.W.T., malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan qadha serta qadarnya Allah S.W.T. Dan semua hal tersebut dijelakan dalam
Al-Qur’an surah an-Nisa’ ayat 136.(1,4,7)
C.
Tujuan
Akidah
Adapun
tujuan dari akidah, yaitu:
1. Untuk
membahas fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan antara tuhan dan
manusia dan sebagai pegangan bagi seorang muslim dalam segala aspek kehidupan
2. Sebagai
pemberi semangat dam optimisme kepada muslim dalam melakukan sesuatu sebagai
wujud dari fungsi manusia sebagai khalifah dan sebagai hamba
3. Agar
manusia memiliki kerinduan kepada Sang Khalik yaitu Allah S.W.T.
4. Agar
manusia tidak cepat putus asa dalam menghadapi taqdir Allah, karena segala
sesuatu pasti mempunyai hikmah di balik itu semua
5. Sebagai
pengingat kepada manusia agar lebih sadar bahwa hidup di dunia ia membawa
kewajiban untuk menyembah kepada Allah.(1,3,4)
D.
Sumber
Akidah
Akidah
seorang muslim bisa bersumber dari beberapa hal, diantaranya:
1. Al-Qur’an
Aqidah
seseorang harus bersumber dari Al-Qur’an, karena salah satu fungsi dari
Al-Qur’an sendiri adalah sebagai penuntun atau petunjuk bagi seluruh alam
semestadan yang terpenting adalah semua ajaran akidah bersumber dari Al-Qur’an.
Oleh karena itu, sudah seharusnya Al-Qur’an yang merupakan firman Ilahi dan
terjaga sepanjang masa ini dijadikan sumber bagi akidah seseorang.(1,4)
2. Penalaran
Sumber
akidah yang selanjutnya yaitu penalaran, penalaran ini dilakukan setelah adanya
observasi atau pengamatan, eksperimen atau percobaan, dan empiris atau pengalaman
terhadap alam semesta. Namun, yang perlu diperhatikan adalah semua penalaran
yang dilakukan berdasarkan kegiatan tersebut harus berlandaskan pada Al-Qur’an
dan tidak boleh sama sekali bertentangan dengan Al-Qur’an, hal ini dipengaruhi
oleh kedudukan Al-Qur’an sendiri yang merupakan sumber akidah utama.(1)
3. Kesimpulan
Kesimpulan
merupakan salah satu sumber dari akidah. Kesimpulan bisa didapatkan setelah
melakukan pengamatan, pengalaman, dan penalaran. Yang dimaksud dengan
kesimpulan disini adalah kesimpulan yang tentang adanya Allah S.W.T, zat yang haq al muthlaq yang memiliki segala
sifat kesempurnaan. (1)
4. Allah
Sumber
akidah yang terakhir adalah sumber akidah yang utama, dan merupakan pokok dari semua
sumber yang ada yaitu Allah S.W.T, yang merupakan nama yang khusus bagi Sang
Khalik dan tidak boleh digunakan tanpa adanya kata-kata idhafah, seperti Abdullah dan Tawakkal Alallah. (1)
E.
Argumentasi
Filsafat tentang Akidah
Dalam
ilmu filsafat terdapat beberapa argumen atau alasan yang bisa menjelaskan akan
keberadaan tuhan. Dalam cabang ilmu pengetahuan yang mengalami pertentangan
akan keberadaannya pada awal sejarah islam ini, keberadaan tuhan bisa
dibuktikan dengan beberapa argumentasi sebagai berikut. (1)
1. Argumentasi
Ontologis
Melalui
argumentasi ini dijelaskan bahwa keberadaan Allah dapat dibuktikan dengan
adanya alam semesta beserta isinya. Suatu hal yang mustahil kalau semua alam
semesta ini ada dengan begitu saja, tanpa ada yang menciptakannnya. Dan
pencipta alam semesta inilah yang dimaksud tuhan, dengan alasan inilah
keberadaan tuhan itu pasti adanya. (1)
2. Kosmologi
Alam
semesta yang luas dan segala sesuatu di dalamnya berlangsung dengan keteraturan
dan berjalan dengan porosnya masing-masing. Hal ini juga bisa membuktikan bahwa
ada yang membuat dan mengatur alam ini semesta ini, sehingga keteraturan ini
bisa terbentuk dan terjaga. Yang membuat dan menjaga keteraturan inilah yang
disebut dengan tuhan. Alasan tentang keberadaan tuhan ini biasa disebut dengan
argumentasi kosmologi. (1)
3. Teleologi
Segala
sesuatu di alam semesta ini selalu menuju pada satu tujuan. Ketika seseorang
mengalami masa remaja, maka ia akan mengalami masa pertumbuhan tinggi badan
yang cepat, tetapi setelah menginjak masa dewasa pertumbuhan tinggi badan akn
terhenti pada satu titik. Contoh tersebut menjelaskan bahwa segala sesuatu di
alam semesta ini selalu menuju pada sebuah tujuan, tujuan inilah yang dimaksud
dengan tuhan. Alasan keberadaan tuhan
seperti inilah yang disebut dengan argumentasi teleologi. (1)
4. Moral
Argumentasi
filsafat yang menjelaskan tentang keberadaan tuhan yang terakhir yaitu
argumentasi moral. Argumentasi ini menjelaskan bahwa segala sesuatu di alam ini
tidak ada yang absolut. Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang absolut yang
tidak akan berubah yaitu tuhan. Argumentasi inilah yang menjelaskan bahwa tuhan
itu ada dan hanya tuhanlah yang bersifat absolut. (1)
F.
Potensi
Kemanusiaan
Setelah
manusia diciptakan, Allah tidak membiarkan manusia menghadapi segala rintangan kehidupan tanpa ada bekal
yang dimilikinya. Allah maha adil, dengan sifat keadilan-Nya Allah memberikan
dua potensi pada manusia agar bisa melewati segala rintangan dalam kehidupan di
muka bumi ini. Dua potensi tersebut adalah masyi’ah
dan istitha’ah. (1,6)
Masyi’ah merupakan
potensi yang dimiliki oleh manusia yang berupa kemauan atau keinginan, sehingga
dengan potensi ini manusia berada dalam proses sosial dan menuju pada suatu
perubahan. Kemauan ini seharusnya memiliki batasan yaitu tidak boleh melanggar
batasan-batasan syariat yang berlaku. Masyi’ah
adalah potensi dan modal utama yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia
untuk menggapai semua harapan dan cita-cita. (1,6)
Potensi
yang kedua yaitu istitha’ah, potensi
yang kedua ini merupakan potensi berupa kemampuan untuk melakukan segala hal
yang diharapkan dean ingin dilakukan secara sadar. Namun, kemampuan ini hanya
terbatas sekedar al-kasab atau al-ikhtiar. (1,6)
Dua
potensi dasar yang dianugerahkan oleh Allah kepada setiap manusia tersebut
diharapkan menjadi modal dasar untuk meraih segala sesuatu yang diinginkan dan
diharapkan. Namun, kedua potensi tersebut hanya dapat menghantarkan manusia
pada tahapan al-kasab atau al-ikhtiar, selanjutnya manusia harus
bertawakal dan menerima taqdir dari Allah. Seseorang tidak bisa dikatakan
bertawakal dan kemudian menerima
taqdirnya tanpa adanya usaha atau ikhtiar, dan sebuah usaha tidak akan terwujud
tanpa adanya dua potensi dasar yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada
manusia tersebut. (1,6)
G.
Pengertian
Taklif
Taklif secara bahasa berarti beban, secara istilah
taklif diartiakn sebagai kewajiban atau tanggungan yang dibebani pada setiap
muslim yang balig dan berakal. Sebelum seorang manusia mengalami fase kehidupan
yang menyebakan perubahan fisiologis dan biologis serta membawa perubahan
hukumini, beban ini tidak menjadi
kewajiban baginya. Namun, apabila
seorang muslim telah melewati fase baliq ini beben ini menjadi tanggung
jawabnya. Yang menjadi syarat taklif yang kedua yaitu berakal, jadi seseorang
yang sudah balig tetapi tidak berakal tidak mendapat taklif atau beban ini.
Diantara bentuk taklif yaitu kewajiban shalat lima waktu, puasa di bulan
ramadhan, dan membayar zakat. Dan orang yang dibebani dengan taklif biasa
disebut dengan istilah mukallaf atau
orang yang dibebani. (1)
H.
Hukum
Taklif
Hukum
yang diberikan kepada orang yang sudah diberi kewajiban taklif ada beberapa
macam, yaitu:
1. Hukum
adat
Hukum
adat adalah hukum yang berdasarkan kepada kebiasaan yang muncul dari kehidupan
sehari-hari dan berlangsung secara berkelanjutan. Dan hukum ini biasanya
bersifat korespondensi atau mengkaitkan dua fakta yang berbeda. Contoh hukum
adat adalah kebiasaan api yang membakar tubuh. Namun, Allah memberikan lima
kelebihan manusia yang dapat menyalahi hukum adat tersebut. Lima kelebihan
tersebut adalah mu’jizat, karamah, maunah, irhas, dan istidraj. Hukum adat adat
ini juga berlaku pada profesi dokter muslim yang berdasarkan pada kebiasaan dan
pengalaman dalam menghadapi berbagai karakteristik yang dimiliki para pasien.
(1)
2. Hukum
akal
Yang
dimaksud dengan hukum akal adalah hukum yang muncul dari pemikiran (rasional) dan penalaran. Hukum ini juga
berkaitan dengan profesi dokter muslim yang berdasarkan pada beberapa teori
keilmuan. (1)
3. Hukum
Syara’
Hukum
syara’ atau hukum agama merupakan hukum yang absolut, karena berasal dari Allah
berupa wahyu, dan diterima manusia berupa penalaran, dan berupa ibadat. (1)
I.
Implementasi
Akidah
Akidah
yang kita pelajari harus biasa kita implementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Diantara implemantasi akidah dalam kehidupan adalah sebagai
berikut.
1. Meyakini
bahwa Allah S.W.T. itu memang benar ada.
2. Selalu
merasa cemas (khauf) dan harap (raja’) kepada Allah.
3. Meniatkan
segal sesuatu sebagai ibadah.
4. Tidak
sombong terhadap keberhasilan atau putus asa terhadap kegagalan. (1)
J.
Akidah
dalam profesi dokter muslim
Sebagai
seorang dokter muslim, nilai-nilai akidah harus dapat diemplementasikan dalam
segala aspek yang berkaitan dengan profesi
tersebut. Diantara contoh aplikasi akidah dalam profesi dokter muslim
adalah sebagai berikut.
1. Memahami
dan berpegang teguh pada akidah dalam setiap hal yang dilakukan, agar dapat
menjalankan dua fungsi manusia yaitu khalifah dan ibadah.
2. Memahami
tujuan dan prinsip agama islam, serta mengaplikasikan ilmu tersebut dalam
menghadapi masalah yang dialami dalam berprofesi sebagai dokter muslim.
3. Selalu
berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam mengambil keputusan.
4. Menggunakan
etika kedokteran yang sesuai dengan akidah dan ajaran islam.
5. Mengaitkan
kaidah-kaidah fikhiyyah dalam melakukan prosedur klinik ataupun laboratorium.
6. Melakukan
pencegahan penyakit, merawat orang yang sakit, dan mengikuti segala pendidikan
kesehatan dengan niat untuk ibadah kepada Allah.
7. Bekerja
dengan profesional dan saling menghargai dan bekerjasama antar profesi sejawat
dalam melakukan tindakan medis.
8. Mengakui
bahwa keberhasilan dan kegagalan yang didapat oleh dokter muslim setelah usaha
yang maksimal dan tawakal yang benar adalah berasal dari Allah semata. (1,4)
BAB
III
KESIMPULAN
Ilmu
akidah merupakan ilmu yang sangat penting bagi keberagamaan seseorang. Karena
akidah merupakan dasar dan landasan bagi seorang muslim. Tanpa akidah seseorang
tidak bisa dikatakan beriman atau yakin kepada Allah S.W.T. “Awwaluddin ma’rifatullah” hal yang
pertama bagi keberagamaan seseorang adalah mengenal Allah. Hal inilah yang
menjadi tujuan dari ilmu akidah yaitu untuk mengenalkan kepada manusia tentang
tuhan mereka.
Sebagai
seorang dokter yang beragama islam, ilmu akidah sangat diperlukan dalam menjalankan
profesinya. Karena dengan ilmu akidah ini seorang dokter dapat meyakini bahwa
yang menyembuhkan atau memperparah penyakitnya bukalah dia tetapi Allah. Dengan
demikian, seorang dokter muslim tidak akan berbangga diri karena
keberhasilannya, dan tidak akan merasa bersalah yang berlebihan terhadap
kegagalannya, karena ia telah menyadari bahwa yang memegang peranan penting
dalam kesembuhan seorang pasien adalah Allah semata. Oleh karena itu, akidah
penting untuk memupuk keimanan tersebut, dan untuk melatih diri dalam hal
bertawakkal kepada Allah untuk menerima takdir yang ada, setelah melakukan
ikhtiar yang maksimal dengan menggunakan potensi-potensi yang telah
dianugerahkan tuhan kepada manusia.
REFERENCES
(1) Ridwan
Lubis. SKDM: Study Islam Aqidah (Slide Kuliah). Jakarta:_______;2012.
(2) Abuddin
Nata, Suwito, Masykuri Abdillah, Armai Arief. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu
Hukum. Jakarta: UIN Jakarta Press; 2003.
(3) Harun Nasution. Teologi Islam. Jakarta: Bulan Bintang; 1980.
(4) Achmad
Ghalib. Study Islam: Belajar Memahami Agama, Al-Qur’an, Hadist & Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: Faza Media; 2005.
(5) Abuddin
Nata. Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran. Jakarta: FKIK UIN
Jakarta; 2004.
(6) Badan
Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. Harmoni: Jurnal Multikultural dan
Multireligius (internet). Maret 2009 (cited 2012 sept 28): 8(29): 29-32.
Available from: http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=10&Itemid=69
(7) Al-Qur’an
al-Karim.
Tidak ada komentar: