Komunikasi Efektif

17.21

MAKALAH KOMUNIKASI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Modul Etika, Bioetik, dan Profesionalisme

Kelompok 10
M. Ilyas Saputera
Abqariyatuzzahra Munasib
Annisafitria
Eka Rahma
Muhammad Reza Syahli
Noor Shabrina
Rivki Wida Sarandi
Irwana Arif
Ahmad Sofyan
Khairunnisa Dewi Adawiyah

Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012


Kata Pengantar

Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya serta nikmat yang tiada hentinya kepada manusia. Terutama nikmat iman dan akal yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Dengan nikmat akal tersebutlah kita dituntut untuk dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya tanpa menyimpang dari perintah-Nya.
Salawat serta salam bagi makhluk mulia junjungan kita baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah mengajarkan ilmu dari Allah kepada umat-umatnya. Ilmu tersebut tidak akan habis sekalipun air laut dijadikan tinta untuk menuliskan ilmunya itu. Dan manusia hanya diberi sedikit sekali.
Alhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah yang menerangkan tentang komunikasi antara dokter dan pasien. Semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah pengetahuan kita. ”Tiada gading yang tak retak” demikian pepatah mengatakan. Karena itu tiada menutup kemungkinan jika dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, segala kritik dan saran kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.  Terima Kasih.

                                                                                                            Ciputat, 17 Oktober 2012


                                                                                                                      Kelompok 10








BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dokter merupakan profesi yang masih dianggap sebagai profesi yang terhormat dan mulia, masyarakat menganggap bahwa seorang dokter adalah orang yang paripurna, yang mampu menyelesaikan segala hal dan  segala masalah yang diderita pasien, masyarakat juga mengaggap bahwa dokter adalah profesi yang sangat menguntungkan, dan mampu memperoleh banyak uang dalam waktu yang singkat. Bahkan, sebagian orang menganggap bahwa seorang dokter setara dengan dewa atau malaikat. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, sebagian besar orang tua berbondong-bondong untuk memasukkan buah hati mereka ke fakultas-fakultas kedokteran di universitas ternama, dan rela mengeluarkan uang ratusan juta rupiah, hanya untuk menjadikan anaknya sebagai seorang dokter.
Disamping fakta yang sedang ramai berkembang tersebut, banyak ditemukan kasus-kasus yang berhubungan dengan masalah kedokteran, diantaranya masalah malpraktik. Malpraktik mulai berkembang seiring berkembangnya sikap kritis dari pasien atau masyarakat umumnya. Setelah dilakukan penelitian, sebagian besar kasus tersebut disebabkan oleh kurangnya komunikasi antara dokter dengan  pasien atau keluarganya.
Melihat kasus-kasus yang marak berkembang sekarang, kata komunikasi menjadi suatu hal yang ramai diperbincangkan dan menjadi suatu objek yang sangat diperhitungkan, dan perlu dipelajari serta dipahami. Oleh karena itu, pada makalah hasil penelitian dan observasi ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang berkaitan dengan komunikasi efektif, dan segala hal yang berkaitan dengannya. Di dalam makalah ini juga akan dibahas tentang hasil wawancara dan observasi yang berkaitan dengan komunikasi efektif antara dokter dan pasien. Dengan makalah ini diharapkan kita dapat lebih memahami tentang masalah komunikasi, dan dapat kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai seseorang yang berprofesi sebagai dokter.



1.2  Rumusan Masalah
·         Bagaimana cara  komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien?
·         Apa saja yang menjadi faktor penghambat dalam komunikasi antara dokter dan pasien?
·         Apa saja  aspek penting yang perlu diperhatikan oleh seorang dokter dalam melakukan komunikasi efektif terhadap pasien?
·         Bagaimana pengaruh komunikasi efektif terhadap hubungan antara dokter dan pasien?

1.3  Tujuan penulisan
·         Mengetahui cara  komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien
·         Mengetahui faktor penghambat dalam komunikasi antara dokter dan pasien
·         Mengetahui aspek penting yang perlu diperhatikan oleh seorang dokter dalam melakukan komunikasi efektif terhadap pasien
·         Mengetahui pengaruh komunikasi efektif terhadap hubungan antara dokter dan pasien

1.4  Manfaat penulisan
·         Menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang tata cara berkomunikasi yang efektif
·         Mahasiswa dapat menerapkan komunikasi efektif terhadap pasien dan keluarganya ketika telah menjadi dokter
·         Menambah pengetahuan pembaca tentang komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien
·         Menambah pengalaman penulis dalam melakukan penelitian
·         Melatih penulis untuk mebuat laporan dari sebuah penelitian
·         Sebagai acuan bagi penulis dalam penulisan makalh selanjutnya






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Pengertian Komunikasi
      Komunikasi merupakan kekuatan pembentuk utama kita dalam bersosialisasi kepada teman, komunikasi sangat besar pengaruhnya dalam suatu kelompok sosialisasi, seperti yang di kemukakan oleh chester I barnard (dalam Luthans, alih bahasa V.A Yuwono, 2006:377). Komunikasi merupakan kekuatan dalam membentuk organisasi. Ada tiga unsur pokok organisasi, salah satunya adalah komunikasi dan yang lainya adalah tujuan organisasi dan kesesuaian. Baginya kumunikasi dapat membuat dinamis suatu sistem kerjasama dalam organisasi pada partisipasi orang-orang dalamnya.
     Yang maksudnya komunikasi membuat sistem kooperatif organisasi mejadi lebih
dinamis dan menghubungkan tujuan organisasi dengan semua manusia yang terlibat di
dalamnya. Dan ada beberapa ahli, yang berpendapat bahwa komunikasi adalah:
1.      Menurut Devito, seorang ahli Science of Comunication Kegiaan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima atau pesan yang mendapat distorsi dari gangguan dalam suatu konteks yang menimbulkan efek dan kesempatan untuk arus balik.
2.      Menurut Mc. Farland (Ig Wursanto, 2003:153) memberi definisi sebagai berikut: “Communication may be defined as the process of meaningful interaction among human being“. (Komunikasi dapat didefinisikan sebagai interaksi atau proses hubungan saling pengertian antar manusia).
3.      Menurut Elliot Jaques (Ig. Wursanto, 2003:153)memberi definisi sebagai berikut “Comunication is the sumtotal of directly and indirectly conscously and unconscounsly transmited feeling, attitudes and whishes”. (Komunikasi adalah penyampaian berbagai macam perasaan, sikap dan kehendak, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara sadar maupun tidak sadar).
4.      Menurut Andrew E. Sikula (1985:458) dalam Anwar Prabu M (2005:145) mengemukakan bahwa sebagai berikut “Communication is the process of transmiting information, meaning and understanding from one person, place or thing”. (Komunikasi adalah proses pemindahan informasi, pengertian dan pemahaman dari seseorang, suatu tempat atau sesuatu tempat atau orang lain).
5.      Menurut Keith Davis (1985:458) dalam Anwar Prabu. M (2005:145) mengemukakan bahwa “communication is the transfer of information and understanding from one person to another person”. (komunikasi adalah pemindahan informasi dan pemahaman informasi dan pemahaman dari seseorang kepada orang lain).
       Dari definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi adalah
prosespenyampaian informasi dari satu pihak kepada pihak lain untuk mendapatkan saling pengertian.

2.2  Unsur-unsur komunikasi
1.      Komunikator /sender /pengirim
            Komunikator/sender adalah orang yang menyampaikan isi pernyataannya kepada komunikan. Komunikator bisa perorangan, kelompok, atau organisasi pengirim berita. Berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan tanggung jawab utama dari seorang komunikator/sender/pengirim :
·         mengirim pesan dengan jelas;
·         memilih channel/saluran/media yang cocok untukmengirim pesan; dan
·         meminta kejelasan bahwa pesan telah diterima dengan baik.
                        Untuk itu, komunikator dalam menyampaikan pesan/informasi/berita harus             memperhatikan dengan siapa diaberkomunikasi, apa yang akan dia sampaikan, dan bagaimanacara menyampaikannya. Dalam menyampaikan pesan, komunikator harus menyesuaikan dengan tingkatpengetahuan pihak yang menerima. Adapun pesan/informasi/berita yang dikirim dapat berbentuk perintah/instruksi, saran, usul, permintaan, pengumuman, berita duka dan lain sebagainya.

2.      Komunikan/Receiver/Penerima
                          Komunikan/penerima adalah partner/rekan dari komunikator dalam         komunikasi. Sesuai dengan namanya ia berperan sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran pengirim dan penerima selalu bergantian sepanjang pembicaraan. Penerima mungkin mendengarkan pembicara atau menuliskan teks atau mengintepretasikan pesan dengan berbagai cara. Tanggungjawab penerima pesan adalah:
-          berkonsentrasi pada pesan untuk mengerti dengan baik dan benar akan pesan yang diterima;
-          memberikan umpan balik pada pengirim untuk memastikan pembicara/pengirim bahwa pesan telah diterima dan dimengerti (ini sangat penting terutama padapesan yang dikirimkan secara lisan).
                        Dengan diterimanya umpan balik dari pihak komunikan, maka akan terjadi komunikasi dua arah (two-way traffic atautwo-way flow of communication).Apabila antara pengirim berita dengan penerima berita mempunyai pengalaman yang sama, maka komunikasi dapat berjalan dengan lancar.

3.      Channel/saluran/media
                          Channel adalah saluran atau jalan yang dilalui oleh isi pernyataan komunikator kepada komunikan. Atau  jalan yang dilalui feedback komunikan kepada komunikator yang  digunakan oleh pengirim pesan. Pesan dapat berupa kata-kata atau tulisan, tiruan, gambaran atau perantara lain yang dapat digunakan untuk mengirim melalui berbagai channel yang berbeda seperti telepon, televisi, fax, photocopy, hand signal, E-Mail, sandi morse, emaphore, SMS dan sebagainya.Pemilihan channel dalam proses komunikasi tergantung pada sifat berita yang akan disampaikan (Wursanto 1994). Ada tiga macam bentuk berita:
a.      Berita yang bersifat Audible, yaitu berita yang dapat didengar, baik secara langsung maupun tidak langsung (sarana telepon, radio, lonceng, sirene);
b.      Berita yang bersifat Visual, yaitu berita yang dapat dilihat, yang berbentuk tulisan, gambar-gambar, poster serta tanda-tanda seperti sinar lampu, bendera;
c.       Berita yang bersifat Audio-visual yaitu berita yang dapat didengar dan dilihat, baik melalui televisi, film, pameran, maupun kesenian.
                                    Dalam praktek komunikasi, channel/media tidak selalu diperlukan oleh komunikator.             Artinya komunikasi dapat dilakukan secara langsung tanpa medium, di mana isi pesan komunikator sampai kepada komunikan tanpa melalui media dan feedback dari komunikan kepada komunikator juga tidak melalui media. Proses komunikasi seperti ini disebut sebagai komunikasi langsung atau face to face/direct communication.
            Ada beberapa ciri komunikasi face to face, atau komunikasi yang menggunakan saluran antar pribadi, yaitu:
1)      arus pesan yang cenderung dua arah;
2)      konteks komunikasinya tatap muka;
3)      tingkat umpan balik yang terjadi tinggi;
4)      kemampuan mengatasi tingkat selektivitas terutama (selective exposure) tinggi;
5)      kecepatan jangkauan terhadap audience yang besar relatif lambat;                                efek yang mungkin terjadi ialah perubahan

2.3  Proses Komunikasi
                 Sebelum masuk dalam proses komunikasi dengan komunikan, di dalam pikiran komunikator terjadi memacam rangsangan atau stimulus. Rangsangan itu dapat terjadi karena faktor di luar dirinya (menyampaikan pesan karena ada peristiwa di luar dirinya), atau karena adanya faktor dari dalam dirinya (menyampaikan pesan dari dirinya sendiri) yaitu hasil olahan pikirannya sendiri yang ada di benaknya.
                 Komunikator, sebelum mengirimkan pesannya, akan terlebih dahulu mengemasnya dalam bentuk yang dianggap sesuai dan dapat diterima serta dimengerti oleh komunikan. Pengemasan pesan ini disebut sebagai encoding. Encoding secara harfiah berarti memasukkan dalam kode. Dengan encoding itu komunikator memasukkan atau mengungkapkan perasaannya ke dalam kode atau lambang dalam bentuk kata-kata atau non kata, misalnya raut wajah, atau gerak gerik tubuh.
        Setelah pesan sampai pada komunikan, bila ada feedback, maka komunikan akan bertindak sebagai komunikator, yaitu memasukkan code yang disebut sebagai decodinguntuk disampaikan kembali kepada komunikator. Proses komunikasi mempunyai dua          model yaitu model Linier dan model Sirkuler.
1.      Model Linier
            Model ini mempunyai ciri sebuah proses yang hanya terdiri dari dua garis lurus, di mana proses komunikasi berawal dari komunikator dan berakhir pada komunikan. Contoh: Formula Laswell. Formula ini dikenal dengan rumusan cara untuk menggambarkan dengan tepat sebuah tindak komunikasi, yaitu dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut :

a.      Who (siapa);
b.      Says what (mengatakan apa);
c.       In which channel (dengan saluran yang mana);
d.      To whom (kepada siapa);
e.      With what effect (dengan efek seperti apa).
            Proses ini dapat digambarkan dengan formula lasswell sebagai berikut :
2.      Modul Sirkuler
            Pada Model Sirkuler ditandai dengan adanya unsur feedback.Dengan demikian, proses komunikasi tidak berawal dari satutitik dan berakhir pada titik yang lain. Jadi, proseskomunikasi sirkuler itu berbalik satu lingkaran penuh. Komunikasi yang efektif mempunyai ciri-ciri yaitu dua arah(two ways). Model seperti ini menunjukkan adanya arus darisatu orang atau kelompok kepada orang atau kelompoklainnya, melalui umpan alik/feedback, kembali keorangsemula, membuat loop/balikan atau putaran penutup. Balikanbermula pada saat seseorang atau pengirim(sender)mempunyai pesan yang akan dikomunikasikan. Pertamatama,pengirim/sender menulis pesan, dan memberi artidengan harapan pesannya dapat dimengerti. Pengirimselanjutnya mengirim pesan atau menyampaikannya melaluisaluran/channel, baik melalui saluran formal atau informaldiantara dua pihak, dengan menggunakan yang namanyamedia atau perantara, misalnya face to face/berbicara tatapmuka, telepon, menulis memo, fax, internet.
                                    Penerima, kemudian menerima pesan itu dan mencobamemahaminya,    dengancara menguraikan isi pesan yang telahditerima. Untuk itu ia perlu         mendengarkan            dengan baikapabila pesan disampaikan secara oral, dan            membacanyadengan benar    apabila pesan disampaikan secara tertulis.Penerima        memberi tahu kepada pengirim pesan denganmemberikan umpan balik bahwa   pesan telah diterima.
                        Dalam banyak hal, komunikasi sering mengalami gangguanatau noise yang          merupakan penghambat komunikasi,sehingga dapat mengurangi          keakuratan/ketepatan pesan yangdisampaikan. Gangguan itu dapat terjadi selama    komunikasi berlangsung.Misalnya, pesan tertulis yang disampaikan tidak jelas,   pesanyang diuraikan tidak menyeluruh, media yang digunakanuntuk menyampaikan        pesan mengalami gangguan, atau unsurwaktu yang menekan atau membatasi dalam            penyampaianpesan.
                        Proses komunikasi dapat digambarkan sebagai berikut:
2.4  Komunikasi Efektif
                  Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan            oleh keduapihak, pasien dan dokter. Opini yang menyatakan bahwa         mengembangkan        komunikasidengan pasien hanya akan menyita waktu dokter,         tampaknya harus        diluruskan.Sebenarnya bila dokter dapat membangun       hubungan komunikasi yang    efektif denganpasiennya, banyak hal-hal negatif dapat        dihindari. Dokter dapat         mengetahui denganbaik kondisi pasien dan keluarganya dan pasien pun percaya       sepenuhnya kepadadokter. Kondisi ini           amat berpengaruh pada proses penyembuhan         pasien selanjutnya.Pasien            merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga   akan patuhmenjalankan       petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang         dilakukanadalah          untuk kepentingan dirinya.
                              Pasien percaya bahwa dokter tersebut dapatmembantu      menyelesaikan masalah kesehatannya. Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi            efektif justru tidak memerlukan waktulama. Komunikasi efektif terbukti         memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampilmengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Dalam pemberian pelayananmedis, adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan kondisiyang diharapkan     sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalahkesehatan bersama pasien, berdasarkan kebutuhan pasien.Namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum disiapkan untukmelakukannya. Dalam kurikulum          kedokteran dan kedokteran gigi, membangunkomunikasi efektif dokter-pasien belum menjadi prioritas. Untuk itu dirasakan perlunyamemberikan pedoman (guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasidengan pasien dan atau keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal pentingdalam pengembangan komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikapdalam hubungan dokter-pasien.
                        Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk mengarahkanproses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikandukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz,1998).Menurut Kurzt (1998), dalam dunia kedokteran ada dua pendekatan komunikasi yangdigunakan:
-          Disease centered communication style atau doctor centered communication style.Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis,termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
-          Illness centered communication style atau patient centered communication style.Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secaraindividu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien,kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yangdipikirkannya.
                        Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan,             sertakebutuhan pasien, patient centered communication style sebenarnya tidak   memerlukanwaktu lebih lama dari pada doctor centered communication style.            Keberhasilan   komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan            kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu katatambahan bagi pasien yaitu empati. Empati itu sendiri dapat dikembangkan             apabiladokter memiliki ketrampilan mendengar dan berbicara yang keduanya dapat             dipelajaridan dilatih.
                       
                        Carma L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic                Communicationin Physician-Patient Encounter (2002), menyatakan betapa           pentingnya empati inidikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam          batasan definisi berikut:
1.      Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien (aphysician cognitive capacity to understand patient’s needs),
2.      Menunjukkan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien (an affectivesensitivity to patient’s feelings),
3.      Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/menyampaikan empatinyakepada pasien (a behavioral ability to convey empathy to patient).
                                    Sementara, Bylund & Makoul (2002) mengembangkan 6 tingkat empati yang dikodekandalam suatu sistem (The Empathy Communication Coding System (ECCS) Levels).Berikut adalah contoh aplikasi empati tersebut:
a.      Level 0: Dokter menolak sudut pandang pasien
1.      Mengacuhkan pendapat pasien
2.      Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien seperti“Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?” Atau “Ya, lebih baik operasisaja sekarang.”
b.      Level 1: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara sambil lalu
1.      “A ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain: menulis, membalikkan badan,menyiapkan alat, dan lain-lain
c.       Level 2: Dokter mengenali sudut pandang pasien secara implisit
1.      Pasien, “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja”
2.      Dokter, “Ya...? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?
d.      Level 3: Dokter menghargai pendapat pasien
1.      “Anda bilang Anda sangat stres datang ke sini? Apa Anda maumenceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stres?”
e.      Level 4: Dokter mengkonfirmasi kepada pasien
1.      “Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Andauntuk menyempatkan berolah raga”
f.        Level 5: Dokter berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and experience)dengan pasien.
1.       “Ya, saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapapasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan
      berikutnya mereka sangat, sangat, khawatir”
      Empati pada level 3 sampai 5 merupakan pengenalan dokter terhadap sudut pandangpasien tentang penyakitnya, secara eksplisit.

2.5  Penghambat Komunikasi
1.      Hambatan sosio-antro-psikologis
a.      Hambatan sosiologis
                Seorang sosiolog jerman bernama Ferdinand Tonnies mengklasifikasikan kehidupan masyarakat menjadi dua jenis yang ia namakan Gemeinschaft dan gesellschaft. Gemeinschaft adalah pergaulan hidup yang bersifat pribadi, statis, dan rasional, seperti dalam kehidupan rumah tanngga; sedangkan gesellschaft adalah pergaulan hidup yang bersifat pribadi, dinamis, dan rasional, seperti pergaulan di kantor atau dalam organisasi.
                Karena dalam kehidupan masyarakat itu terbagi atas berbagai gologan dan lapisan, menimbulkan perbedaan status social, agama, ideologi, tingkat pendidikan, tingkat kekayaan, dan sebagainya, semua itu menjadi hambatan dalam berkomunikasi dan inilah yang termaksud dalam hambatan sosiologis.
b.      Hambatan antropologis
Manusia, meskipun satu sama lain sama dalam jenisnya sebagai makhluk “homo sapiens”, tetapi ditakdirkan berbeda dalam banyak hal. Dalam komunikasi misalnya, komunikator dalam melancarkan komunikasinya dia akan berhasil apabila dia mengenal siapa komunikan dalam arti ‘siapa’ disini adalah bukan soal nama, melainkan ras, bangsa, atau suku apa si komunikan tersebut. Dengan mengenal dirinya, akan mengenal pula kebudayaannya, gaya hidup dan norma kehidupannya, kebiasaan dan bahasanya.
            Perlu kita ketahui komunikasi berjalan lancar jika suatu pesan yang disampaikan komunikator diterima olehg komunikan secara tuntas, yaitu diterima dalam pengertian received atau secara inderawi, dan dalam pengertian accepted atau rohani. Teknologi komunikasi tanpa dukungan kebudayaan tidak akan berfungsi.
c.       Hambatan psikologis
Faktor psikologis sering menjadi hambatan dalam berkomunikasi. Hal ini umunnya disebabkan sikomunikator dalam melancarkan komunikasinya tidak terlebih dahulu mengkaji si komunikan. Komunikasi sulit untuk berhasil apabila komunikan sedang sedih, bingung, marah, merasa kecewa, merasa iri hati, dan kondisi psikologi lainnya; juga jika komunikasi menaruh prasangka kepadakomunikator.
            Prasangka merupakan salah satu hambatan berat bagi kegiatan komunikasi, karena orang yang berprasangka belum apa-apa sudah bersikap menentang komunikator. Apalagi kalau prasangka itu sudah berakar, seseorang tidak lagi berpikir objektif, dan apa saja yang dilihat atau didengarnya selalu dinilai negatif. Prasangka sebagai factor psikologis dapat disebabkan oleh aspek antropologisdan sosiologis; dapat terjadi terhadap ras, bangsa suku bangsa, agama, partai politik, kelompok dan apa saja yang bagi seseorang merupakan suatu perangsang disebabkan dalam pengalamannya pernah diberi kesan jelek.
            Berkenaan dengan factor-faktor penghambat komunikasi yang bersifat sosiologis-antropologis-psikologis itu menjadi permasalahan ialah bagaimana upaya kita mengatasinya. Cara mengatasinya ialah mengenal diri komunikan dengan mengkaji kondisi psikologinya sebelum komunikasi terjadi, dan bersikap empatik kepada komunikan.

2.      Hambatan semantis
Kalau hambatan sosiologis-antrop[ologis-psikologis terdapat pada pihak komunikan, maka hambatan semantis terdapat pada komunikator. Factor semantis menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Agar proses komunikasi itu berjalan denga baik seorang komunikator hareus benar-benar memperhatikan gangguan semantis ini, sebab salah mengucap atau salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian atau salah tafsir, yang pada gilirannya bisa ,menimbulkan salah komunikasi.
           Gangguan semantis juga kadang-kadang disebabkan oleh aspek antropologis, yakni kata-kata yang sama bunyi dan tulisannya, tetapi memiliki makna yang berbeda. Salah komunikasi ada kalanya disebabkan oleh pemilihan kata yang tidak tepat, dalam komunikasi hendaknya menggunakan kata-kata yang dapat dimengeri atau yang denotatif.
           Jadi untuk menghilangkan hambatan semantis dalam komunikasi, seorang komunikator harus mengucapakan pertanyaan yang jelas dan tegas, memilih kata-kata yang tidak menimbulkan persepsi yang salah, dan disususn dalam kalimat-kalimat yang dapat dimengerti.

3.      Hambatan mekanis
           Hambatan mekanis dijumpai pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contohnya: suara telepon yang kurang jelas, berita surat kabar yang sulit dicari sambungan kolomnya, gambar yang kurang jelas pada pesawat televise dan lain-lain. Hambatan pada beberapa media tidak mungkin diatasi oleh komunikator tapi biasanya memerlukan orang-orang yang ahli di bidang tersebut misalnya teknisi.

4.      Hambatan ekologis
Hambatan ekologis terjadi oleh gangguan lingkungan terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya adalah suara riuh (bising) orang-orang atau lalu lintas, suara hujan atau petir, suara pesawat terbang dan lain-lain. Untuk menghindari hambatan ini, komunkator harus mengusahakan tempat komunikasi yang bebas dari gangguan seperti yang telah disebutkan tadi.





BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilakukan pada:
·         hari/tanggal          : Selasa, 16 Oktober 2012
·         waktu                     : 13.00 s/d 16.00 WIB
·         tempat                   : Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC), Ciputat, Banten
3.2  Sampel atau populasi
Sampel yang kami gunakan dalam proyek ini adalah pasien dan dokter yang berada di Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC), Ciputat, Tanggerang Selatan, Banten.
3.3  Metode Pelaksanaan
1.      Dosen memberikan materi yang berkaitan dengan komunikasi efektif.
2.      Mengadakan kegiatan role play.
3.      Dosen memberi pengarahan untuk mengadakan kunjungan ke LKC.
4.      Mencari referensi dari berbagai sumber seperti buku, internet, serta artikel.
5.      Membuat daftar pertanyaan yang akan diberikan kepada pasien.
6.      Pengurus LKC memberikan pengarahan mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan di LKC.
7.      Pengurus LKC memberikan tata cara dalam melaksanakan kegiatan komunikasi efektif.
8.      Mempersiapkan satu orang perwakilan tiap- tiap kelompok yang akan melakukan wawancara.
9.      Mencari dan meminta izin seorang pasien yang bersedia di wawancarai.
10.  Megobservasi secara langsung diruangan dokter.
11.  Melaksanakan kegiatan observasi diwakilkan oleh dua orang anggota kelompok, masing-masing mengisi lembar tilik dalam modul sesuai dengan hasil observasi.
12.  Masing-masing kelompok melakukan presentasi dan evaluasi.
13.  Membandingan hasil wawancara dan observasi.
14.  Menganalisis serta mendiskusikan hasil anamnesis dan observasi.
15.  Membuat satu makalah tentang komunikasi efektif
16.  Menarik kesimpulan dari seluruh kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1  Proses Pelaksanaan Proyek
             Pada proyek penelitian komunikasi dokter-pasien ini, kami melakukan
wawancaraterhadap pasien dan observasi pelayanan dokter terhadap pasien di daerah
Ciputat yaituLayanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa.
A.      Wawancara
Proses wawancara yang kami lakukan sebagai berikut:
1.      Menentukan narasumber
Narasumber yang kami temui adalah pasien penderita penyakit Diabetes Mellitus yang melakukan kunjungan rutin ke LKC.
2.      Melakukan wawancara:
a.    Memulai dengan mengucapkan salam kepada pasien
b.    Memperkenalkan diri kepada pasien
c.     Menanyakan identitas diri pasien
d.    Menanyakan kondisi pasien
e.    Menanyakan keluhan pasien
f.      Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga pasien
g.    Menanyakan riwayat tempat berobat pasien
h.    Mengajukan pertanyaan yang lebih mendalam mengenai penyakit pasien
i.      Melakukan refleksi isi
j.      Mencairkan suasana
k.     Mengakhiri wawancara dengan mengucapkan salam
3.       Memberikan buah sebagai wujud kepedulian dan terima kasih
B.      Observasi
Proses observasi yang kami lakukan sebagai berikut:
a.      Meminta izin kepada dokter
b.      Meminta izin kepada pasien dan keluarga
c.       Mengamati komunikasi antara dokter-pasien. Dalam hal ini pasien yang kami temui telah lanjut usia sehingga hanya dapat menjawab pertanyaan tertutup, Sedangkan pertanyaan terbuka dijawab oleh keluarga pasien.
d.      Menilai komunikasi antara dokter-pasien yaitu:
1.       Mengisi daftar tilik pelaku dokter yang berupa:
·         Membuat pasien merasa nyaman
·         Mengajukan pertanyaan
·         Mendengar aktif
·         Memberikan informasi
·         Menanggapi
·         Mendorong partisipasi pasien
·         Non-Verbal Behaviour
2.      Mengisi daftar tilik pelaku pasien yang berupa:
·           Wajah pasien
·           Gerak-gerik pasien
·           Suara pasien
e.      Memberikan motivasi secara pribadi kepada pasien dan keluarga
f.        Mengucapkan terima kasih kepada dokter, pasien dan keluarga

4.2  Penulisan Proyek
             Sebelum kami melakukan wawancara dan observasi, kami berkumpul di musholla LKC untuk mendapatkan penjelasan mengenai profil Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa dan pengarahan mengenai tatacara melakukan wawancara dan observasi komunikasi antara dokter-pasien. Setelah melakukan wawancara dan observasi, kami berkumpul kembali untuk mempresentasikan dan mendiskusikan hasil kerja kami.
a.      Profil Layanan kesehatan Cuma-Cuma (LKC)
LKC merupakan program dari Dompet Dhuafa. Dompet Dhuafa adalah lembaga nirlaba milik masyarakat Indonesia yang berdiri sejak tahun 1993 yang berkhidmat mengangkat sosial kemanusiaan dan pendayagunaan zakat, infaq, sedekah, dan waqaf (ZISWAF) serta dana sosial lainnya baik individu, kelompok ataupun perusahaan.
           
            Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC)  Dompe Dhuafa merupakan lembaga non-profit pertama di Jabodetabek (Jakarta-Depok-Bogor-tangerang-Bekasi) yang menyediakan pelayanan kesehatan gratis bagi kaum miskin atau kepada keluarga tidak mampu secara paripurna (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif).
Sejarah berdirinya LKC:
-          Tahun 2000, Erie Sudewo (perintis Dompet Dhuafa) dan dr. Piprim Yanuarso Sp.A membuat konsep layanan kesehatan gratis untuk kaum dhuafa
-          September 2001 perijinan teknis di Departemen Kesehatan RI di terbitkan
-          17 Oktober 2001 LKC mulai menerima pasien dhuafa
-          3 November 2001 LKC mengundang sejumlah masyarakat sekitar Ciputat untuk doa bersama mensyukuri pendirian LKC DD.
-          6 November 2001, LKC diresmikan oleh Wakil Presiden RI DR (HC). H. Hamzah Haz.
            Pembina LKC adalah Parni Hadi dan Erie sudewo yang keduanya merupakan penggagas Dompet Dhuafa dan presiden Direktur LKC adalah Ismal A. Said. Dompet Dhuafa saat ini telah memiliki jaringan pelayanan di 17 propinsi Indonesia dan 3 di mancanegara (Hongkong , Australia dan Jepang). Dengan dukungan 55.275 orang donatur loyal yang secara ekonomi mapan, profesional dan terpelajar. Saat ini DD telah menjadi organisasi filantropi Islam yang menghimpun dana masyarakat terbesar di Indonesia.
            Pelayanan diberikan secara paripurna melalui klinik gratis di Ciputat-Tangerang dan Bekasi serta pelayanan keliling di daerah kumuh. Seluruh pelayanan diberikan dalam sisitem kepesertaan (membership). Hingga saat ini, member yang terdaftar berjulah 18.514 kepala keluarga miskin dengan jumlah populasi 92.570 jiwa yang telah mendapatkan manfaat Layanan Kesehatan Cuma-Cuma dengan memanfaatkan 11 Miiyar rupiah setiap tahunnya. Selain itu, LKC Dompet Dhuafa juga membantu kesehatan ribuan jiwa korban bencana alam dan konflik, seperti banjir di Brebes dan Banten, bencana Tsunami di Aceh, gempa Nias, gempa Yogya dan Pangandaran, longsor di kabupaten Karanganyar, banjir di jawa Tengah dan Jawa Timur awal tahun 2008, dan gempa Padang serta TIM Medis Evakuasi korban Sukhoi.
            Visi LKC adalah menjadi institusi yang mampu mengembangkan program pelayanan kesehatan secara profesional bagi dhuafa di Indonesia pada tahun 2012. Sedangkan misi LKC adalah:
1.      Mengembangkan sistem pelayanan kesehatan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
2.      Mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
3.      Mengembangkan kemitraan dengan sesama jejaring Dompet Dhuafa (DD) dan di luar jejaring DD, baik Nasional maupun Internasional
4.      Mengembangkan metode pemberdayaan yang berbasis komunitas kesehatan dan menganut pendekatan promotif-kuratif secara holistik
            Strategi LCK dalam pelaksaan program-programnya:
1.         Melaksanakan Standar Pelayanan Minimal
2.         Menyiapkan Standar ISO Lembaga
3.         Mengembangkan Gerai Sehat LKC se-Indonesia Mengembangkan pelayanan promotif dan preventif
4.         Mengembangkan program advokasi kesehatan di Indonesia
5.         Mengembangkan strategi komunikasi lembaga
6.         Bermitra dengan pemerintah dan swasta, NGO nasional dan internasional dalam program kesehatan masyarakat Melakukan program pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
7.         Meningkatkan penghimpunan dana melalui ritel dan korporat
8.         Mengembangkan program kerelawanan
9.         Melaksanakan penelitian kesehatan Membentuk karyawan yang berjiwa sosial

                        Nilai-nilai yang ditanamkan dalam kepengurusan dan pelaksanaan program LKC meliputi:  disiplin, profesionalisme, kejujuran, musyawarah, kerjasama. Motto pelayanan pasien yang ditanamkan dalam LKC agar terwujudnya kepuasan pasien adalah amanah, profesional, ramah.Program LKC secara garis besar terdiri dari:
a.      Direct Program
1.      Gerai sehat
2.      TB center
3.      Aksi Tanggap Bencana (SigaB)
4.      Aksi Layanan Sehat (ALS)
5.      Khitanan Massal (KhitMas)
6.      Operasi Massal (OpMas)
7.      Pembinaan pasien
8.      Pos sehat
9.      Penyuluhan kesehtan
10.  Medical check up
11.  Bina Rohani Pasien (BRP)
12.  Pelayan ambulance
13.  POS gizi

b.      Indirect Program
1.      Program pendidikan dan pelatihan (diklat) kader TB DOTS dan Pusat Informasi TB Masyarakat (PITMas)
2.      Sosialisasi Asi eksklusif dan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
3.      Peningkatan Kerja Organisasi melalui Pembelajaran Organisasi ( PKOPO)
4.      Program konsultan pendamping sarana kesehatan
5.      Program pelatihan dan penatalaksanaan diabetes melitus bagi dokter dan petugas medis
6.      Program pemulihan gizi dengan pendekatam positive deviance
7.      Pondok keluarga dan masyarakat sehat (PMKS)
8.      Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), penanganan anemia dan kecacingan pada anak sekolah
9.      Usaha Kesehatan Gigi Anak Sekolah (UKGAS) berupa penyuluhan
10.  Program Event Kegiatan bertemakan Kesehatan
b.      Hasil Pelaksanaan Proyek
1.      Wawancara
a.      Identitas pasien
-  Nama                                    : Yayah
-  Jenis kelamin                        : Perempuan
-  Usia                                       : 29 tahun
-  Alamat                      : Karang Tengah, Ciganjur
-  Pekerjaan                  : Ibu Rumah Tangga
-  Pengalaman berobat            : Klinik umum
-  Jumlah anak              : 3 orang
-  Pekerjaan suami       : Tukang sampah
b.      Kondisi pasien
Pasien yang kami temui adalah pasien yang sedang melakukan kunjungan rutin atas penyakit Diabetes Mellitus yang telah diidapnya selama 3 tahun. Pada kunjungan kali ini, pasien tersebut merasakan kadar gula dalam darahnya sedang tinggi.
c.       Keluhan pasien
Karena kadar gula dalam darahnya tinggi, keluhan pasien yaitu: akhir-akhir ini sering mengalami kesemutan, sakit kepala,lemas, mengantuk dipagi hari, lapar dan sering buang air kecil dimalam hari. Karena sering merasa lapar dimalam hari, maka pasien sering mengemil. Dalam kehidupan sehari-hari, pasien juga sering memakan makanan yang mengandung kadar gula tinggi.
d.      Riwayat penyakit
Dalam keluarga pasien diketahui tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit Diabetes Mellitus sebelumnya.
e.      Riwayat tempat berobat
Selain berobat ke Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa, pasien juga pernah berobat ke klinik umum
f.        Mengajukan pertanyaan yang lebih mendalam mengenai penyakit pasien
Hasil yang didapatkan dari pertanyaan mendalam:
·         Pasien melakukan kontrol dua minggu sekali
·         Pasien mengidap penyakit Diabetes Mellitus tipe 1
·         Pasien mendapatkan injeksi insulin tiga kali sehari didaerah sekitar perut ataupun paha
·         Belum terdapat tanda-tanda luka yang sulit disembuhkan pada kaki ataupun bagian tubuh lainnya


g.      Melakukan refleksi isi
Pewawancara memberikan saran kepada pasien agar mengurangi konsumsi makanan yang manis. Menyetujui pendapat pasien mengenai penyakitnya yang ia ketahui.
h.      Mencairkan suasana
Pewawancara terkadang memberikan senyuman kepada pasien. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana terkait penyakit dan kehidupan pasien agar pasien merasa lebih santai. Menunjukkan gerak-gerik tubuh yang seolah memberikan tanda bahwa ia peduli  dan ingin agar pasien lebih merasa nyaman tidak seperti diintrogasi.
Setelah melakukan wawancara dengan pasien, kami mengisi daftar tilik perilaku dokter dan perilaku pasien.
a.      perilaku dokter (dilakukan oleh pewawancara)
I.                    MEMBUAT PASIEN MERASA NYAMAN
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Menyambutdenganramahdanmengucapkansalam
ü   

Menyilahkanduduk
ü   

Memperkenalkandiri
ü   

Menciptakanhubungan (rapporting)
ü   

Mempersilahkanpasienberbicarasecarabebas
ü   

Menjelaskanwewenangdantanggungjawab
ü   


II.                  MENGAJUKAN PERTANYAAN
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK
ADA
Banyakmenggunakanpertanyaanterbuka
ü   

Menggunakanpertanyaantertutup yang sesuai
ü   

Mengajukanpertanyaansatu-persatu
ü   

Banyakmengajukanpertanyaan yang mendalam
ü   


III.                MENDENGAR AKTIF
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Melakukanrefleksiisi
ü   

Melakukanrefleksiperasaan

ü   
Menunjukkanempati
ü   

Merangkum
ü   


IV.                MEMBERIKAN INFORMASI
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Memberikaninformasi yang benar
ü  

Memberikaninformasidenganbahasasederhana
ü  

Memberikaninformasi yang lengkap
ü  

Memberikaninformasi yang jujur
ü  


V.                  MENANGGAPI
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Memberikanpujianketikapasienmengemukakanpendapat yang baik

ü   
Melakukanevaluasi

ü   
Melakukanasumsi
ü  

Memotongpembicaraan

ü   
Mencelapasien (secarafisik, ataupendapatpasien)

ü   
Sabarmenunggupasienberbicara
ü  

Menenteramkanpasien
ü  

Menjawabpertanyaan/pernyataanpasiendengantepat
ü  




VI.                MENDORONG PARTISIPASI PASIEN
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Menunjukkanminatdanperhatian yang penuh (kontakmata, wajahramah, suaralembut)
ü  

Kadangdiamuntukmemberikankesempatankepadapasienuntukberkonsentrasi agar dapatmengutarakanpendapatnya
ü  

Sabarmenantijawaban, tidakmemotongucapanpasien
ü  

Mengucapkan kata-kata: lalu…atauhm…hm…, apalagi…

ü   
Kadang-kadangmenganggukkankepalauntukmenunjukkanpengertian
ü  


VII.              NON-VERBAL BEHAVIOUR
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Wajah: ramah, senyum
ü  

Suara: ramah, vocal jelas, kecepatancukup, intonasibaik
ü  

Posisitubuh yang baik
ü  

Kontakmata
ü  


b.      Perilaku pasien
PERILAKU
ADA
TIDAK ADA
Wajahpasien


·         Sedih
ü   

·         Takut, khawatir

ü  
·         Kecewa

ü  
·         Bingung

ü  
·         Menunduk (takadakontakmata)

ü  
·         Marah

ü  
·         Kontakmata
ü   

·         Senang
ü   

·         Puas
ü   

Gerak-gerik pasien


·         Gelisah

ü  
·         Melihat jam berkali-kali

ü  
·         Tangan membuat gerakan tertentu

ü  
Suara Pasien


·         Terbata-bata

ü  
·         Lancar berbicara
ü   

·         Hampir tak terdengar
ü   

·         Terdengar jelas

ü  

Wawancara yang kami lakukan mendapat respon yang sangat baik dari narasumber. Terjalin komunikasi yang baik antara pewawancara dan narasumber, hal ini dapat terlihat dari hampir terpenuhinya point-point besar yang dibutuhkan agar tercipta komunkasi efektif dokter-pasien. Unsur-unsur komunikasi terpenuhi dan terintegrasi dengan baik, pasien dan dokter serta medianya saling mendukung sehingga pesan dapat disampaikan dan diterima dengan baik. Hambatan  yang menjadi penghalang wawancara adalah hambatan ekologis yaitu berupa lingkungan yang berisik ketika wawancara, meskipun begitu tidak terjadi hambatan mekanis. Tidak juga terjadi hambatan semantis serta antro-sosio-psikologis.
Pewawancara secara umum telah melaksanakan tugasnya dengan baik, namun terdapat skill dalam komunikasi efektif dokter pasien ang belum terpenuhi, yaitu pewawancara tidak melakukan refleksi isi dan tidak melakukan refleksi mengenai pembicaraannya dengan pasien. Ditinjau dari sisi pasien, pasien terlihat dapat diajak bekerjasama dan terbuka. Hal ini terlihat dari sikap yang ditunjukkan oleh pasien dan kesediaan pasien dalam menceritakan masalah dalam kehidupan pribadi dan penyakitnya.


2.      Observasi komunikasi dokter-pasien
            Setelah mengamati komunikasi dokter-pasien kemudian kami mengisi daftar tilik perilaku dokter dan pasien.
a.      Daftar tilik perilaku dokter
I.                    MEMBUAT PASIEN MERASA NYAMAN
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Menyambutdenganramahdanmengucapkansalam
ü   

Menyilahkanduduk

ü   
Memperkenalkandiri

ü   
Menciptakanhubungan (rapporting)
ü   

Mempersilahkanpasienberbicarasecarabebas
ü   

Menjelaskanwewenangdantanggungjawab

ü   


II.                  MENGAJUKAN PERTANYAAN
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK
ADA
Banyakmenggunakanpertanyaanterbuka
ü   

Menggunakanpertanyaantertutup yang sesuai
ü   

Mengajukanpertanyaansatu-persatu
ü   

Banyakmengajukanpertanyaan yang mendalam
ü   


III.                MENDENGAR AKTIF
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Melakukanrefleksiisi
ü   

Melakukanrefleksiperasaan
ü   

Menunjukkanempati
ü   

Merangkum
ü   


IV.                MEMBERIKAN INFORMASI
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Memberikaninformasi yang benar
ü  

Memberikaninformasidenganbahasasederhana
ü  

Memberikaninformasi yang lengkap
ü  

Memberikaninformasi yang jujur
ü  


V.                  MENANGGAPI
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Memberikanpujianketikapasienmengemukakanpendapat yang baik

ü   
Melakukanevaluasi
ü  

Melakukanasumsi

ü   
Memotongpembicaraan

ü   
Mencelapasien (secarafisik, ataupendapatpasien)

ü   
Sabarmenunggupasienberbicara
ü  

Menenteramkanpasien
ü  

Menjawabpertanyaan/pernyataanpasiendengantepat
ü  


VI.                MENDORONG PARTISIPASI PASIEN
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Menunjukkanminatdanperhatian yang penuh (kontakmata, wajahramah, suaralembut)
ü  

Kadangdiamuntukmemberikankesempatankepadapasienuntukberkonsentrasi agar dapatmengutarakanpendapatnya
ü  

Sabarmenantijawaban, tidakmemotongucapanpasien
ü  

Mengucapkan kata-kata: lalu…atauhm…hm…, apalagi…

ü   
Kadang-kadangmenganggukkankepalauntukmenunjukkanpengertian
ü  


VII.              NON-VERBAL BEHAVIOUR
KETERAMPILAN
ADA
TIDAK ADA
Wajah: ramah, senyum
ü  

Suara: ramah, vocal jelas, kecepatancukup, intonasibaik
ü  

Posisitubuh yang baik
ü  

Kontakmata
ü  


b.      Daftar tilik perilaku pasien
PERILAKU
ADA
TIDAK ADA
Wajahpasien


·         Sedih
ü   

·         Takut, khawatir

ü  
·         Kecewa

ü  
·         Bingung

ü  
·         Menunduk (takadakontakmata)

ü  
·         Marah

ü  
·         Kontakmata
ü   

·         Senang
ü   

·         Puas
ü   

Gerak-gerik pasien


·         Gelisah

ü  
·         Melihat jam berkali-kali

ü  
·         Tangan membuat gerakan tertentu

ü  
Suara Pasien


·         Terbata-bata
ü   

·         Lancar berbicara

ü  
·         Hampir tak terdengar

ü  
·         Terdengar jelas
ü   



            Berdasarkan data yang telah kami peroleh di atas,  dokter yang kami amati di Klinik Layanan Kesehatan Cuma-Cuma tersebut cukup baik dalam melayani pasien. Dapat dilihat pada tabel di atas, bahwa dokter bersikap ramah, perhatian, tanggap, dan dapat memberikan informasi yang jelas kepada pasien dengan melihat latar belakang pendidikan atau status sosial pasien, agar informasi tersebut dapat disampaikan dan dipahami dengan baik. Secara keseluruhan komunikasi yang dilakukan oleh dokter telah cukup baik, telah memenuhi sebagian besar point-point yang dibutuhkan dalam komunikasi efektif. Beberapa hal yang belum dipenuhi dokter tersebut dalam komunikasi efektif yaitu: tidak mempersilahkan duduk karena pasien telah duduk, tidak memperkenalkan diri, tidak menjelaskan tanggung jawab dan wewenangnya, tidak melakukan evaluasi, tidak memuji pasien ketika menyampaikan pendapat yang baik. Kekurangan-kekurangan ini dapat dimaklumi karena kondisi pasien dalam keadaan darurat dan membutuhkan pertolongan yang secepatnya, sehingga komunikasi antara dokter dan pasien tidak terjalin dengan semestinya. Jadi pada saat itu dokter hanya dapat berkomunikasi dengan keluarga pasien. Melihat ekspresi gerak dan wajah pasien dapat disimpulkan bahwa pasien merasa nyaman ketika dokter melakukan pengobatan, terbukti melalui observasi itu dapat dilihat pasien tidak menunjukkan rasa takut, marah, bingung, dan gelisah. Walaupun pasien tetap menunjukkan rasa sedih, dan berbicara dengan terbata-bata karena penyakit yang diderita.






BAB V
PENUTUP
5.1   Kesimpulan
Komunikasi dokter-pasien akan efektif apabila pasien dapat memahami apa yang disampaikan oleh dokter, unsur-unsur komunikasi yaitu berupa komunikator, komunikan, dan media saling berintegrasi dengan sempurna, dan terbebas dari berbagai hambatan komunikasi yaitu hambatan sosio-antro-logis, sematis, mekanis, dan ekologis.  Dalam melakukan komunikasi seorang dokter harus memliki beberapa skill diantaranya: membuat pasien merasa nyaman, aktif mengajukan pertanyaan, menjadi pendengar aktif, memberikan informasi, menanggapi pembicara pasien, mampu mendorong partisipasi pasien, dan mampu menunjukkan komunikasi non-verbal behaviour. Komunikasi yang efektif dapat mempermudah dokter menentukan diagnosis dan penanganan yang seharusnya dilakukan kepada pasien secara tepat, sehingga kesalahan dan hal-hal negatif yang mungkin terjadi dapat dihindari. Selain itu, dengan komunikasi efektif maka chemistry antara dokter-pasien dan keluarga dapat tercipta sehingga mempercepat proses penyembuhan dalam diri pasien yang telah merasa nyaman dengan dokternya.
Wawancara yang dilakukan oleh perwakilan kelompok kami berjalan dengan cukup baik. Pewawancara hampir memenuhi semua skill yang dibutuhkan dalam  mewujudkan komunikasi efektif dokter pasien. Beberpa point dalam skill komunikasi efektif dokter pasien yang belum terpenuhi oleh pewawancara adalah melakukan refleksi isi dan melakukan evaluasi mengenai pembicaraannya dengan pasien. Pasien juga bersikap tebuka dan dapat diajak bekerjasama.
 Berdasarkan observasi yang kami lakukan di Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa, kami menyimpulkan bahwa Dokter penyakit dalam yang kami amati telah memberikan pelayanan yang baik meskipun tidak memenuhi beberapa skill yang dibutuhkan dalam komunikasi efektif antara dokter-pasien terutama pada bagian membuat pasien merasa nyaman dan menanggapi. Hal ini dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan dan waktu yang dirasa kurang untuk melakukan pelayanan kesehatan.


5.2  Saran

1.      Seorang dokter harus menciptakan komunikasi efektif dengan pasien, karena besarnya peluang keberhasilan pengobatan tergantung dengan seberapa baik komunikasi dokter-pasien.

2.      Hal-hal kecil yang sering dianggap tidak penting dan sepele tidak boleh luput dari   perhatian dokter ketika melayani pasien.

3.      Seorang dokter harus aktif dan kreatif selama proses tanya jawab dengan pasien agar memperoleh informasi yang akurat sehingga menemukan diagnosis yang tepat. 

4.      Layanan Kesehatan Cuma-Cuma diharapkan dapat memperbaiki sarana pelayanan kesehatan berupa alat-alat kesehatan yang lebih lengkap dan perluasan gedung, meliputi: ruang tunggu, ruang administrasi, ruang praktik dokter, menambah jumlah kamar ruang inap dan ruangan lain yang merupakan bagian dari LKC agar pasien merasa lebih nyaman

5.      Layanan Kesehatan Cuma-Cuma diharapkan dapat memiliki Tim medis yang lebih banyak dan ahli diberbagai bidang agar penanganan pasien dapat lebih baik













Daftar Pustaka

1.      Muhammad Mulyadi Ali, Manual Komunikasi Efektif. Jakarta. Konsil Kedokteran Indonesia; 2006

2.      Endang Lestari G, Maliki, Komunikasi yang Efektif, Jakarta, Lembaga Administrasi Negara, 2006, Tersedia di: http://pap.diklat.dephub.go.id/lampiran/materi_prajab/PRAJAB3/komunikasi_yang_efektif3.pdf

3.      Effendy. O. U. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 1992

4.      Tierney Elizabeth. 101 Cara Berkomunikasi Lebih Baik. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2003.

5.      Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi sebagai Pengantar Ringkas. Jakarta: Rajawali Press; 1988

6.      Rejals. Analisis Pengertian Komunikasi dan Lima Unsur Komunikasi Menurut Harold Lasswell. Jakarta: ____; 2007

7.      Tannen. Seni Komunikasi Efektif: Membangun Relasi dengan Membina Gaya Percakapan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 1996

1 komentar:

  1. The Borgata Hotel Casino & Spa - Biloxi, MS - JMT Hub
    Find all about 거제 출장마사지 the 서산 출장안마 Borgata Hotel Casino & 충청북도 출장안마 Spa. Visit us for the best entertainment, dining, 김해 출장샵 and nightlife in Biloxi, 서울특별 출장샵 MS.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.