Makalah Akidah - Study Islam

-->
BAB I
PENDAHULUAN
Akidah merupakan pokok dari ajaran islam. Setiap rasul memiliki tugas untuk menyampaikan, menegakkan, dan mendidik umatnya diatas pondasi akidah ini. Karena orang yang memiliki akidah yang benar tidak akan terbelenggu dengan keyakinan-keyakinan yang menghalangi kemajuan berpikir dan semangat untuk berbuat amal shaleh. Aqidah yang kuat akan merasuk dalam sanubari, kemudian menghasilkan buah cinta, yang akhirnya akan menjadikan rasa cemas dan harap serta tunduk kepada sang khalik Allah azza wa jalla, dan terbentuk ikatan hati yang kuat antar sesama muslim.
Peranan ilmu akidah yang sangat penting tersebutlah yang menjadikan ilmu ini wajib dipelajari, dipahami, dan diamalkan dalam segala aspek kehidupan. Bahkan ada sebuah perkataan yang berbunyi “awwaluddin ma’rifatullah”, yang artinya hal pertama yang harus dipelajari oleh seseorang  berkaitan dengan agama adalah mengenal Allah. Karena mengenal Allah merupakan bagian dari ilmu aqidah, maka ilmu akidah adalah ilmu pertama yang harus dipelajari oleh seorang muslim.
            Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian, sumber, dasar, dan  tujuan dari ilmu akidah. Makalah ini juga akan membahas tentang argumentasi filsafat tentang ketuhanan, dan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada manusia untuk mengarungi kehidupan di muka bumi ini. Selanjutnya kami juga akan membahas tentang pengertian taklif dan hukum-hukum orang yang sudah dibebani taklif. Dan yang terpenting  dari pembahasan dalam makalah ini adalah  contoh implementasi ilmu akidah tersebut dalam kehidupan sehari-hari sebagai seorang muslim, dan secara khusus akan dipaparkan tentang implementasi ilmu akidah dalam berprofesi sebagai dokter muslim.
 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akidah
Akidah berasal dari bahasa Arab, yaitu  isim masdar dari kata aqada yang kemudian berubah menjadi aqidah yang merupakan isim mubalaghah dari aqdun. Secara etimologi akidah berarti sebuah keputusan atau tekad yang tidak dapat diubah lagi. Aqidah juga diartikan sebagai ilmu yang membahas tentang keyakinan dasar agama. Selanjutnya, dalam bahasa asing disebut “islamic theology”, “theos” artinya tuhan dan “logos”. Oleh karena itu,  ilmu ini khusus membahas tentang ilmu ketuhanan. (1,2,4)
Akidah dapat merasuk dalam diri dan hati seseorang dengan dua cara, yaitu secara tiba-tiba atau yang biasa disebut dengan konversi agama, dan didahului dengan pengamatan, pengujian, pengalaman, dan penalaran. Yang dimaksud dengan konversi agama adalah akidah yang secara langsung masuk dalam diri seseorang tanpa adanya penalaran, pengamatan, pengalaman, atau pengujian terlebih dahulu, sehingga secara tiba-tiba akidah tersebut tertanam dalam diri dan hati seseorang yang menyebabkan ia mengambil keputusan untuk merubah keyakinannya untuk menyembah Tuhan Yang Esa. Sedangkan tertanamnya akidah dengan cara yang kedua biasanya terjadi pada cendikiawan-cendekiawan non muslim yang dengan sengaja atau pun tidak sengaja meneliti, mengamati, dan  memikirkan tentang kebenaran akidah, kemudian dengan penelitian dan pengamatan tersebut ia mendapatkan kesimpulan bahwa akidah tersebut memang benar. (1)
B.     Dasar Aqidah
Aqidah sebagaimana yang telah kita bahas diatas harus memiliki dasar yang akan menjadi pondasi terwujudnya sebuah akidah yang benar. Dasar akidah tersebut keyakinan atau yang biasa disebut dengan iman. Iman adalah keyakinan terhadap sesuatu yang diyakini dalam hati, di ucapkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan pebuatan anggota tubuh. Tanpa salah satu dari tida hal tersebut, iman seseorang dianggap belum lengkap atau bahkan tidak bisa dianggap beriman. Iman sendiri memiliki beberapa bagian sebagai berikut.(1,3,6)
1.      Ma’rifat al Mabda’
Yang dimaksud dengan Ma’rifat al Mabda’ adalah iman yang permulaan yaitu iman kepada Allah, zat yang wujudnya pasti (wajib al wujud) dan Maha Pencipta segala sesuatu ang wujudnya mumkin. Dan segala sesuatu mengenai hal yang baik dan buruk pun datang dari Allah,namun keduanya dibedakan menjadi hal yang  yuridu wa yardha (baik) dan yuridu wala yardha (buruk).(1,3,6)
2.      Ma’rifat al Wasithah (Nubuwwah)
Ma’rifat al Wasithah yaitu iman kepada para perantara yaitu malaikat, kitab, dan rasul. Adanya perantara ini bukan berarti bahwa Allah tidak mampu untuk menyampaikan wahyu-wahyu-Nya langsung tanpa perantara, tetapi ketidakmampuan manusia untuk menerima langsung wahyu-wahyu tersebut menjadi penyebab adanya perantara ini. (1,3,6)
3.      Ma’rifat al Ma’ad (Sam’iyyat)
Iman yang ketiga yaitu iman kepada hal-hal yang hanya bisa di dengar dari berita-berita dalam Al-qur’an dan As-sunnah, karena hal-hal ini bersifat gaib. Iman yang termasuk dalam kelompok ini adalah iman kepada hari kiamat dan iman kepada qadha dan qadarnya Allah. (1,3,6)
Dari ketiga kelompok diatas ini dapat disimpulkan bahwa terdapat enam hal yang harus kita ketahui, dan  kita imani, serta kita yakini. Enam hal tersebut yaitu: Allah S.W.T., malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan qadha serta qadarnya Allah S.W.T. Dan semua hal tersebut dijelakan dalam Al-Qur’an surah an-Nisa’ ayat 136.(1,4,7)
C.    Tujuan Akidah
Adapun tujuan dari akidah, yaitu:
1.      Untuk membahas fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan antara tuhan dan manusia dan sebagai pegangan bagi seorang muslim dalam segala aspek kehidupan
2.      Sebagai pemberi semangat dam optimisme kepada muslim dalam melakukan sesuatu sebagai wujud dari fungsi manusia sebagai khalifah dan sebagai hamba
3.      Agar manusia memiliki kerinduan kepada Sang Khalik yaitu Allah S.W.T.
4.      Agar manusia tidak cepat putus asa dalam menghadapi taqdir Allah, karena segala sesuatu pasti mempunyai hikmah di balik itu semua
5.      Sebagai pengingat kepada manusia agar lebih sadar bahwa hidup di dunia ia membawa kewajiban untuk menyembah kepada Allah.(1,3,4)

D.    Sumber Akidah
Akidah seorang muslim bisa bersumber dari beberapa hal, diantaranya:
1.      Al-Qur’an
Aqidah seseorang harus bersumber dari Al-Qur’an, karena salah satu fungsi dari Al-Qur’an sendiri adalah sebagai penuntun atau petunjuk bagi seluruh alam semestadan yang terpenting adalah semua ajaran akidah bersumber dari Al-Qur’an. Oleh karena itu, sudah seharusnya Al-Qur’an yang merupakan firman Ilahi dan terjaga sepanjang masa ini dijadikan sumber bagi akidah seseorang.(1,4)
2.      Penalaran
Sumber akidah yang selanjutnya yaitu penalaran, penalaran ini dilakukan setelah adanya observasi atau pengamatan, eksperimen atau percobaan, dan empiris atau pengalaman terhadap alam semesta. Namun, yang perlu diperhatikan adalah semua penalaran yang dilakukan berdasarkan kegiatan tersebut harus berlandaskan pada Al-Qur’an dan tidak boleh sama sekali bertentangan dengan Al-Qur’an, hal ini dipengaruhi oleh kedudukan Al-Qur’an sendiri yang merupakan sumber akidah utama.(1)
3.      Kesimpulan
Kesimpulan merupakan salah satu sumber dari akidah. Kesimpulan bisa didapatkan setelah melakukan pengamatan, pengalaman, dan penalaran. Yang dimaksud dengan kesimpulan disini adalah kesimpulan yang tentang adanya Allah S.W.T, zat yang haq al muthlaq yang memiliki segala sifat kesempurnaan. (1)
4.      Allah 
Sumber akidah yang terakhir adalah sumber akidah yang utama, dan merupakan pokok dari semua sumber yang ada yaitu Allah S.W.T, yang merupakan nama yang khusus bagi Sang Khalik dan tidak boleh digunakan tanpa adanya kata-kata idhafah, seperti Abdullah dan Tawakkal Alallah. (1)
E.     Argumentasi Filsafat tentang Akidah
Dalam ilmu filsafat terdapat beberapa argumen atau alasan yang bisa menjelaskan akan keberadaan tuhan. Dalam cabang ilmu pengetahuan yang mengalami pertentangan akan keberadaannya pada awal sejarah islam ini, keberadaan tuhan bisa dibuktikan dengan beberapa argumentasi sebagai berikut. (1)
1.      Argumentasi Ontologis
Melalui argumentasi ini dijelaskan bahwa keberadaan Allah dapat dibuktikan dengan adanya alam semesta beserta isinya. Suatu hal yang mustahil kalau semua alam semesta ini ada dengan begitu saja, tanpa ada yang menciptakannnya. Dan pencipta alam semesta inilah yang dimaksud tuhan, dengan alasan inilah keberadaan tuhan itu pasti adanya. (1)
2.      Kosmologi
Alam semesta yang luas dan segala sesuatu di dalamnya berlangsung dengan keteraturan dan berjalan dengan porosnya masing-masing. Hal ini juga bisa membuktikan bahwa ada yang membuat dan mengatur alam ini semesta ini, sehingga keteraturan ini bisa terbentuk dan terjaga. Yang membuat dan menjaga keteraturan inilah yang disebut dengan tuhan. Alasan tentang keberadaan tuhan ini biasa disebut dengan argumentasi kosmologi. (1)
3.      Teleologi
Segala sesuatu di alam semesta ini selalu menuju pada satu tujuan. Ketika seseorang mengalami masa remaja, maka ia akan mengalami masa pertumbuhan tinggi badan yang cepat, tetapi setelah menginjak masa dewasa pertumbuhan tinggi badan akn terhenti pada satu titik. Contoh tersebut menjelaskan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini selalu menuju pada sebuah tujuan, tujuan inilah yang dimaksud dengan tuhan. Alasan keberadaan tuhan  seperti inilah yang disebut dengan argumentasi teleologi. (1)
4.      Moral
Argumentasi filsafat yang menjelaskan tentang keberadaan tuhan yang terakhir yaitu argumentasi moral. Argumentasi ini menjelaskan bahwa segala sesuatu di alam ini tidak ada yang absolut. Oleh karena itu, harus ada sesuatu yang absolut yang tidak akan berubah yaitu tuhan. Argumentasi inilah yang menjelaskan bahwa tuhan itu ada dan hanya tuhanlah yang bersifat absolut. (1)
F.     Potensi Kemanusiaan
Setelah manusia diciptakan, Allah tidak membiarkan manusia menghadapi  segala rintangan kehidupan tanpa ada bekal yang dimilikinya. Allah maha adil, dengan sifat keadilan-Nya Allah memberikan dua potensi pada manusia agar bisa melewati segala rintangan dalam kehidupan di muka bumi ini. Dua potensi tersebut adalah masyi’ah dan istitha’ah. (1,6)
Masyi’ah merupakan potensi yang dimiliki oleh manusia yang berupa kemauan atau keinginan, sehingga dengan potensi ini manusia berada dalam proses sosial dan menuju pada suatu perubahan. Kemauan ini seharusnya memiliki batasan yaitu tidak boleh melanggar batasan-batasan syariat yang berlaku. Masyi’ah adalah potensi dan modal utama yang dianugerahkan oleh Allah kepada manusia untuk menggapai semua harapan dan cita-cita. (1,6)
Potensi yang kedua yaitu istitha’ah, potensi yang kedua ini merupakan potensi berupa kemampuan untuk melakukan segala hal yang diharapkan dean ingin dilakukan secara sadar. Namun, kemampuan ini hanya terbatas sekedar al-kasab atau al-ikhtiar. (1,6)
Dua potensi dasar yang dianugerahkan oleh Allah kepada setiap manusia tersebut diharapkan menjadi modal dasar untuk meraih segala sesuatu yang diinginkan dan diharapkan. Namun, kedua potensi tersebut hanya dapat menghantarkan manusia pada tahapan al-kasab atau  al-ikhtiar, selanjutnya manusia harus bertawakal dan menerima taqdir dari Allah. Seseorang tidak bisa dikatakan bertawakal dan kemudian  menerima taqdirnya tanpa adanya usaha atau ikhtiar, dan sebuah usaha tidak akan terwujud tanpa adanya dua potensi dasar yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada manusia tersebut. (1,6)
G.    Pengertian Taklif
Taklif  secara bahasa berarti beban, secara istilah taklif diartiakn sebagai kewajiban atau tanggungan yang dibebani pada setiap muslim yang balig dan berakal. Sebelum seorang manusia mengalami fase kehidupan yang menyebakan perubahan fisiologis dan biologis serta membawa perubahan hukumini,  beban ini tidak menjadi kewajiban baginya. Namun,  apabila seorang muslim telah melewati fase baliq ini beben ini menjadi tanggung jawabnya. Yang menjadi syarat taklif yang kedua yaitu berakal, jadi seseorang yang sudah balig tetapi tidak berakal tidak mendapat taklif atau beban ini. Diantara bentuk taklif yaitu kewajiban shalat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, dan membayar zakat. Dan orang yang dibebani dengan taklif biasa disebut dengan istilah mukallaf atau orang yang dibebani. (1)
H.    Hukum Taklif
Hukum yang diberikan kepada orang yang sudah diberi kewajiban taklif ada beberapa macam, yaitu:
1.      Hukum adat
Hukum adat adalah hukum yang berdasarkan kepada kebiasaan yang muncul dari kehidupan sehari-hari dan berlangsung secara berkelanjutan. Dan hukum ini biasanya bersifat korespondensi atau mengkaitkan dua fakta yang berbeda. Contoh hukum adat adalah kebiasaan api yang membakar tubuh. Namun, Allah memberikan lima kelebihan manusia yang dapat menyalahi hukum adat tersebut. Lima kelebihan tersebut adalah mu’jizat, karamah, maunah, irhas, dan istidraj. Hukum adat adat ini juga berlaku pada profesi dokter muslim yang berdasarkan pada kebiasaan dan pengalaman dalam menghadapi berbagai karakteristik yang dimiliki para pasien. (1)
2.      Hukum akal
Yang dimaksud dengan hukum akal adalah hukum yang muncul dari pemikiran (rasional) dan penalaran. Hukum ini juga berkaitan dengan profesi dokter muslim yang berdasarkan pada beberapa teori keilmuan. (1)
3.      Hukum Syara’
Hukum syara’ atau hukum agama merupakan hukum yang absolut, karena berasal dari Allah berupa wahyu, dan diterima manusia berupa penalaran, dan berupa ibadat. (1)
I.       Implementasi Akidah
Akidah yang kita pelajari harus biasa kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Diantara implemantasi akidah dalam kehidupan adalah sebagai berikut.
1.      Meyakini bahwa Allah S.W.T. itu memang benar ada.
2.      Selalu merasa cemas (khauf) dan harap (raja’) kepada Allah.
3.      Meniatkan segal sesuatu sebagai ibadah.
4.      Tidak sombong terhadap keberhasilan atau putus asa terhadap kegagalan. (1)

J.      Akidah dalam profesi dokter muslim
Sebagai seorang dokter muslim, nilai-nilai akidah harus dapat diemplementasikan dalam segala aspek yang berkaitan dengan profesi  tersebut. Diantara contoh aplikasi akidah dalam profesi dokter muslim adalah sebagai berikut.
1.      Memahami dan berpegang teguh pada akidah dalam setiap hal yang dilakukan, agar dapat menjalankan dua fungsi manusia yaitu khalifah dan ibadah.
2.      Memahami tujuan dan prinsip agama islam, serta mengaplikasikan ilmu tersebut dalam menghadapi masalah yang dialami dalam berprofesi sebagai dokter muslim.
3.      Selalu berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam mengambil keputusan.
4.      Menggunakan etika kedokteran yang sesuai dengan akidah dan ajaran islam.
5.      Mengaitkan kaidah-kaidah fikhiyyah dalam melakukan prosedur klinik ataupun laboratorium.
6.      Melakukan pencegahan penyakit, merawat orang yang sakit, dan mengikuti segala pendidikan kesehatan dengan niat untuk ibadah kepada Allah.
7.      Bekerja dengan profesional dan saling menghargai dan bekerjasama antar profesi sejawat dalam melakukan tindakan medis.
8.      Mengakui bahwa keberhasilan dan kegagalan yang didapat oleh dokter muslim setelah usaha yang maksimal dan tawakal yang benar adalah berasal dari Allah semata. (1,4)
 
BAB III
KESIMPULAN
Ilmu akidah merupakan ilmu yang sangat penting bagi keberagamaan seseorang. Karena akidah merupakan dasar dan landasan bagi seorang muslim. Tanpa akidah seseorang tidak bisa dikatakan beriman atau yakin kepada Allah S.W.T. “Awwaluddin ma’rifatullah” hal yang pertama bagi keberagamaan seseorang adalah mengenal Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan dari ilmu akidah yaitu untuk mengenalkan kepada manusia tentang tuhan mereka.
Sebagai seorang dokter yang beragama islam, ilmu akidah sangat diperlukan dalam menjalankan profesinya. Karena dengan ilmu akidah ini seorang dokter dapat meyakini bahwa yang menyembuhkan atau memperparah penyakitnya bukalah dia tetapi Allah. Dengan demikian, seorang dokter muslim tidak akan berbangga diri karena keberhasilannya, dan tidak akan merasa bersalah yang berlebihan terhadap kegagalannya, karena ia telah menyadari bahwa yang memegang peranan penting dalam kesembuhan seorang pasien adalah Allah semata. Oleh karena itu, akidah penting untuk memupuk keimanan tersebut, dan untuk melatih diri dalam hal bertawakkal kepada Allah untuk menerima takdir yang ada, setelah melakukan ikhtiar yang maksimal dengan menggunakan potensi-potensi yang telah dianugerahkan tuhan kepada manusia.
  BAB IV
REFERENCES
(1)   Ridwan Lubis. SKDM: Study Islam Aqidah (Slide Kuliah). Jakarta:_______;2012.
(2)   Abuddin Nata, Suwito, Masykuri Abdillah, Armai Arief. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum. Jakarta: UIN Jakarta Press; 2003.
(3)   Harun Nasution. Teologi Islam. Jakarta: Bulan Bintang; 1980.
(4)   Achmad Ghalib. Study Islam: Belajar Memahami Agama, Al-Qur’an, Hadist & Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Faza Media; 2005.
(5)   Abuddin Nata. Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran. Jakarta: FKIK UIN Jakarta; 2004.
(6)   Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI. Harmoni: Jurnal Multikultural dan Multireligius (internet). Maret 2009 (cited 2012 sept 28): 8(29): 29-32. Available from: http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=10&Itemid=69
(7)   Al-Qur’an al-Karim.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.