Ushul Fiqih Kesehatan

-->
BAB I
PENDAHULUAN
Islam sebagai agama yang kita yakini dan kita anut adalah agama yang sempurna. Hal ini dibuktikan dengan kompleksnya ajaran islam dalam mengatur segala aspek kehidupan manusia, baik yang berkaitan  berlangsung kepada Sang Khalik (hablu min Allah), ataupun  yang berkaitan dengan sesama manusia (hablu min an-Naas). Namun, seiring berkembangnya zaman, ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia semakin bertambah dan manusia semakin berkembang. Dan seiring dengan hal itu, hal-hal baru yang belum ada hukumnya dari syari’at islam marak bermunculan. Oleh karena itu, diperlukan cabang ilmu yang dapat menjadi acuan dan dasar dalam penetapan hukum dari suatu hal tersebut. Ilmu yang berisi tentang qaidah-qaidah penetapan hukum inilah yang disebut dengan Ushul Fiqih. Karena melihat kegunaan ilmu ushul fiqih yang begitu penting dan kebutuhan terhadap ilmu ini yang begitu besar, maka ilmu ini perlu dipelajari oleh seorang muslim.
Sebagai seseorang yang berprofesi sebagai dokter muslim, ilmu ushul fiqih ini sangat penting. Karena dalam menjalani profesi ini akan ditemukan berbagai hal yang tidak hanya berkaitan dengan masalah medis, tetapi juga berhubungan erat dengan ajaran islam. Oleh karena itu, ilmu ushul fiqih penting dipelajari oleh seorang calon dokter sebagai pegangan dan bekal sebelum terjun langsung ke masyarakat.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian, obek bahasan, dan tujuan dari ilmu ushul fiqih. Namun, sebelum membahas tentang beberapa hal tersebut, akan dibahas maslah pokok-pokok ajran islam, khusunya tentang syari’at, sumber, dan karakteristiknya. Diakhir dari makalah ini, akan diterangkan secara khusus fungsi-fungsi ilmu ushul fiqih bagi seseorang yang berprofesi sebagai dokter muslim.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Bangunan Ajaran Islam
Agama islam yang merupakan agama yang paling sempurna memiliki pokok-pokok ajaran yang harus diketahui, dipelajari dan diamalkan oleh seseorang yang menganut agama islam. Pokok-pokok ajaran islam tersebut dibagi menjadi tiga bagian, yang semuanya harus dimiliki dan diamalkan oleh seorang muslim agar bisa menjadi muslim sejati. Tiga pokok ajaran islam tersebut adalah sebagai berikut. (2,3)
1.      Tauhid
Tauhid adalah ilmu yang mengajarkan tentang keesaan Allah. Dengan ilmu ini seorang muslim harus mneyakini akan keberadaan tuhan yang maha esa yaitu, Allah Zat Maha Pencipta sekalian alam. Dengan mengamalkan ilmu tauhid ini seseorang akan menjadi orang mukmin yang sesungguhnya. (2-4)
2.      Syari’ah
Syari’ah berasal dari kata syara’a, yang artinya jalan. Yang dimaksud syari’ah disini adalah jalan yang harus dilewati oleh seorang muslim untuk lebih mendekat kepada Allah, setelah seorang muslim itu yakin akan kederadaan Allah Yang Maha Esa. Jalan ini berupa ibadah yang merupakan perwujudan dari ketauhidan dari seorang muslim dan merupakan tugas dan fungsi dari penciptaan manusia itu sendiri (Q.S. Al Zariyat [51]: 56). Dengan mengamalkan ajaran syari’ah ini seseorang  akan menjadi seorang muslim sejati. (1-4)
3.      Akhlak
Akhlak adalah tat cara untuk beribadah dengan Allah dan bermu’amalah dengan sesama manusia. Akhlak itu sendiri merupakan buah dari sebuah keimanan dan kedekatan diri kepada Allah dalam mewujudkan potensi fitrah yang kita miliki sebelum jahat kita ditiupakan ruh, potensi ini biasa disebut dengan iman nubuwwah. Dengan mengamalkan akhlak ini seseorang akan menjadi orang yang bergelar muhsin. (2-4)
Ketiga hal tersebutlah yang menjadi pokok dari ajaran islam. Seorang yang beragama islam yang sesungguhnya adalah  yang dapat melakukan dan mengamalkan ketiga hal pokok tersebut. Penganut agama islam yang sebenarnya adalah orang yang memiliki sifat mu’min, muslim, dan muhsin. Dengan mengamalkan tiga ajaran pokok tersebut seseorang telah mengamalkan tiga hal penting dalam agama islam, yaitu iman, islam, dan ihsan. (2)
B.     Sumber Syari’at
Syari’at yang merupakan wahyu tuhan, dan bersifat absolut atau tidak bisa berubah-ubah harus bersumber dari dua hal. Dua hal tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan wahyu tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril dan berfungsi sebagai pedoman hidup seorang muslim. Al-Qur’an biasa di sebut dengan wahyun matluw atau wahyu yang dilafazkan, karena makna dan lafazd Al-Qu’an berasal dari Allah dan keasliannya dijaga oleh Allah (Q.S. Al Hijr [15]: 9). Oleh karena itu, semua syari’at yang berlaku harus berdasarkan dan bersumber pada Al-Qur’an. (1-4)
2.      Hadist
Hadist merupakan perkataan, perbuatan, dan persetujuan, dan sifat dari Rasulullah S.A.W. mengingat bahwa segala hal yang timbul dari Rasulullah berdasarkan wahyu, maka sudah sepantasnya hadist ini menjadi sumber bagi semua syari’at. (2,3)
C.    Sumber Pendukung Syari’at
Selain bersumber dari AL-Qur’an dan hadist, syari’at juga memiliki sumber pendukung, yaitu antara lain.
1.      Atsar
Yang dimaksud dengan Atsarv  adalah pemikiran dan pengalaman sahabat Rasulullah yang selalu melakukan interpretasi, penghayatan, refleksi, dan pengalaman terhadap seluruh wahya. (2)
2.      Ijtihat Sahabat
Ijtihat sahabat adalah buah hasil pemikiran sahabat serta upaya yang mereka lakukan dengan sungguh-sungguh untuk menarik hukum dari wahyu. (2)
3.      Fiqih
            Yang dimaksud dengan fiqih adalah hasil pemikiran dari para ulama terhadap syari’at yang ada. Karena fiqih merupakan buah dari pemikiran ulama, maka fiqih bersifat relatif. Dan fiqih berupa praktisi yang berasal dari dali-dalil. (2-4)
4.      Mazhab
Mazhab adalah aliran atau kelompok yang terbentuk karena adanya perbedaan pemahaman tentang konsep-konsep fiqih diantara mazhab tersebut. Perbedaan dalam masalah fiqih diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan akidah, hal ini terjadi karena fiqih merupakan buah hasil dari pemikiran para ulama yang memiliki pemahaman berbeda-dalam suatu konsep syari’at. (2)
D.    Mazhab fiqihiyyah
Dalam ilmu fiqih terdapat beberapa mazhab. Namun, yang termasyhur didunia ada empat yaitu sebagai berikut.
1.      Maliki
Mazhab ini lebih menekannkan pada pendekatan historis, mereka ingin memelihara, menjaga, dan melaksanakan tradisi umat islam di Madinah yang merupakan model masyarakat umat islam yang ideal. (2)
2.      Hanafiyah
Mazhab ini lebih menekankan pada pendekatan rasional, artinya para pengikut mazhab ini lebih mengutamakan pemikiran atau rasionalitas dalam pengembangan ilmu keislaman. (2)
3.      Syafi’iyah
            Mazhab ini mecoba menggabungkan antara aliran tradisi (malikiyah) dengan aliran pemikiran (Hanafiyah), sehingga mazhab ini melakukan pendekatan historis dan pendekatan rasional dalam mengambil hukum fiqih. (2)


4.      Hanbaliyah
Mazhab ini lebih menitikberatkan kepada kemurnian ajaran islam yang sesuai dengan teks Al-Qur’an dan hadist., hal ini dilakukan demi hidupnya jejeak generasi terdahulu (ihya atsar al-salaf). (2)
E.     Karakter Ajaran Islam
Ajaran islam yang harus diamalkan oleh setiap orang menganut agama islam memiliki tiga karakter sebagai berikut.
1.      Egaliter
Prinsip ajaran islam yang pertama adalah prinsip kesamaan. Ajaran islam tidak membedakan umatnya berdasarkan jenis kelamin, budaya, ras,  ataupun suku. Yang membedakan mereka di hadapan Allah hanyalah ketaqwaan mereka. (2,5)
2.      Rasional dan simplicity
Ajaran islam bersifat rasional, artinya dapat diterima dengan akal sehat dan menganjurkan umatnya untuk selalu menggunakan akal pikirannya. Selain itu, ajaran islam juga bersifat simplicity atau elastis, sehingga ajaran islam dapat diterima oleh seluruh tingkatan manusia. (2,5)
3.      Kemajuan
Semua ajaran islam mendorong umatnya untuk selalu memperoleh kemajuan dalam segala aspek kehidupan. Hal ini juga bertujuan agar terwujud peradaban islam yang maju seperti pada zaman keemasan (golden age)  islam beberapa abad yang lalu.(2,5)
F.     Pengertian Ushul Fiqih
Ushul fiqih diartikan sebagai prinsip-prinsip dalam penetapan hukum, ushul fiqih berisi tentang kaidah-kaidah yang akan digunakan untuk menentukan hukum dari suatu hal. Menurut Abdullah bin Umar Al Baidawi, ushul fiqih adalah pengetahuan tentang dalil fiqih secara global, dan cara untuk menggali atau menarik hukum dari dalil-dalil itu serta hal ihwal pelaku istinbath. (2,4)

G.    Objek Ushul Fiqih
Setiap cabang ilmu pasti memiliki objek pembahasan masing-masing, begitu pula dengan ilmu ushul fiqih. Ilmu ushul fiqih memiliki beberapa objek pembahasan sebagai berikut. (2,4)
1.      Pembahasan tentang hukum agama (syara’) dan segala hal yang berhubungan dengannya, seperti hakim, makhum fih, dan mahkum alaih.
2.      Pembahasan tentang sumber dan dalil-dalil hukum
3.      Pembahasan tentang tata cara menggali hukum dari berbagai sumber dan dalil yang ada.
4.      Membahas tentang masalah ijtihad

H.    Tujuan Ushul Fiqih
Sebuah cabang ilmu tidak dibentuk tanpa adanya tujuan yang pasti. Adapun tujuan dari ilmu ushul fiqih adalah sebagai berikut.
1.      Menjadi acuan bagi seorang muslim dalam menentukan hukum agama (syara’) dari berbagai dalil dan sumber dan kenyataan yang ada.
2.      Seorang muslim dapat mengembalikan hukum kepada sumber dan dalilnya. Sehingga seorang muslim tidak hanya bisa bertaqlid, tetapi bisa mengetahui alur pikiran dan asal usul dari hukum tersebut.
3.      Memungkinkan seorang muslim untuk mengetahui dasar-dasar ijtihad yang tentang ilmu fiqih  di masa lalu. (2,4)

I.       Kaidah Ushul fiqih
Dalam ilmu ushul fiqih terdapat 32 qaidah yang dapat dijadikan acuan untuk menetukan hukum suatu hal. 32 qaidah tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Al umur bi maqasidiha: semua perkerjaan ditentukan berdasarkan tujuan dan niatnya. Oleh karena itu, hukum dalam pekerjaan manusia dapat berubah sesuai dengan niat dan tujuannya.
2.      Al Yaqin la yuzalu bi al syakk: sesuatu yang sudah diyakini tidak bisa dibatalkan dengan keraguan. Oleh karena itu, apabila ada keraguan dalam hal yang sudah yakin adanya maka keraguaan itu tidak berpengaruh atau tidak bisa merubah hukum.
3.       Al Ashlu bara-at al dzimmah: semua orang asalnya bebas dari tanggung jawab. Namun, hal ini berubah jika hak sudah diambil atau digunakan.
4.      Al Ijtihad la yunqadlu illa bi al ijtihad: sebuah ijtihad atau penalaran tidak bisa dibatalkan, kecuali dengan ijtihad atau penalaran yang lain.
5.      Al Masyaqqat tajlib al taisir: kesusahan itu akan mengundang kemudahan. Oleh karena itu, apabila seseorang mengalami kesusahan dalam menjalankan perintah agama, maka akan muncul beberapa kemudahan atau rukhsah baginya.
6.      Idza dlaqa al amr ittasa’a (wa idza ittasa’a dlaqa): apabila perkara itu sempit untuk dilakukan, maka akan ada kelonggaran hukum, dan sebaliknya.
7.       La dlarara wa la dlirara: tidak diperbolehkan mencelakakan diri sendiri, atau bahkan dicelakakan orang lain. Oleh karena itu, diwajibkan untuk membela diri.
8.      Al Dlarar yuzalu: segala yang mencelakakan itu harus dihilangkan, karena akn menyebar kepada kebagian lain yang masih baik.
9.      Al Dlarurat tubihu al mahzurat: kedaruratan dapat membolehkan hal-hal yang dilarang.
10.  Al Dlarurat tuqaddaru bi qadariha: kedaruratan diukur menurut kemestiannya. Oleh karena itu, sebagai seorang dokter muslim harus berhati-hati dalam menentukan kadar kedaruratan karena hal tersebut akan menimbulkan hukum yang berbeda
11.   Ma jaza bi ‘uzrin bathala bi zawalihi: kebolehan sesuatu karena uzur akan hilang  apabila uzur tersebut hilang.
12.  Idza zala al mani’ ‘ada al mamnu’: apabila hal yang menjadi uzur hilang, maka larangan bagi sesuatu akan kembali.
13.  Al Dlarar la yuzalu bi mitslihi: suatu kemudharatan tidak boleh dihingkan dengan kemudharatan lain yang sejenis.
14.  Yutahammal al dlarar al khass li daf’i al dlarar al ‘am: bahaya khusus harus diabaikan demi menolak bahaya umum.
15.  Al Dlarar al asyadd yuzalu bi al dlarar al ‘am: bahaya yang besar harus dihilangakan dengan bahaya yang lebih kecil.
16.  Idza ta’aradla mafsadatani ru’iya a’zamahuma dlararan (bi irtikab akhaffihima): apabila terdapat dua kerusakan maka harus dihindarkan hal yang lebih besar, dengan memperhatikan yang lebih ringan.
17.  Yukhtaru ahwan al dlararain: dari dua kemudaratan harus dipilih yang lebih mudah.
18.  Mala yudrak kulluh la yutraku kulluhu: segala sesuatu yang tidak bisa diselesaikan sepenuhnya, jangan ditinggalkan seluruhnya.
19.  Dar-u al mafasid muqaddam ‘ala jalab al mashalih: menghindari kerusakan lebih utama daripada mengambil manfaat.
20.  Al Dlarar yudfa’ bi qadar al imkan: suatu bahaya harus ditolak semampunya.
21.  Al Hajat tanzilu manzilat al dlarurat: keadaan perlu sama dengan keadaan darurat.
22.  Al ‘Adat muhakkamah: kebiasaan bisa menjadi hukum.
23.  La yunkar tagayyur al ahkam bi tagayyur al azman: tidak diingkari bahwa terdapat perubahan hukum akibat berubahnya waktu.
24.  Al Baqa’ as-hal min al ibtida’: mengikuti yang sudah ada lebih mudah daripada memulai sesuatu yang belum ada.
25.  Al tasharruf ‘ala al ra’yat manutun bi al maslahat: tindakan terhadap rakytat harus dipertimbangkan kemashlahatannya.
26.   Idza ta’azzarat al haqiqat yusharu ila majaz: apabila susah memaknai dengan makna sebenarnya, maka boleh diambil makna kiasan (majaz).
27.  Idza ta’azzara i’mal al kalam yuhmal: apabila kesulitan memaknai sesuatu dengan makna tekstual, maka boleh diabaikan.
28.  La hujjat ma’a al ihtimal: sesuatu yang meragukan tidak bisa dijadikan alasan atau bukti (hujjah)
29.  La ‘ibrat ma’a al wahm: dugaan tidak bisa menjadi pertimbangan.
30.  30. Al Ashl fi al asyya’ al ibahat: hukum awal segala sesuatu adalah boleh.  
31.  Al Hukm yaduru ma’a al ‘illat: hukum itu harus sesuai dengan masalahnya.
32.  Ma lam yatimm al wajib ila bihi fahua wajib: segala sesuatu yang menyebabkan perkara wajib tidak lengkap dengan ketiadaannya, maka sesuatu tersebut juga bersifat wajib. (2)
J.      Manfaat Ushul Fiqih Bagi Seorang Dokter Muslim
Dengan mempelajari ilmu ushul fiqih ini, kita dapat memetik beberapa manfaat yang akan berguna bagi kehidupan kita dengan berprofesi sebagai dokter muslim, diantaranya:
·         Dapat menjadi acuan dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan teori kedokteran dan kesesuaiannya dengan ajaran islam
·         Sebagai pegangan dalam menghadapi kasus yang berkaitan dengan masalah hukum islam
·         Sebagai penuntun dalam perwujudan ajaran islam dalam profesi sebagai dokter muslim. (2)








BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil mempelajari tentang ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah yang ada padanya, dapat disimpulkan bahwa ilmu ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan islam yang sangat penting, dan harus dipelajari. Karena dengan ilmu ini kita dapat menetukan suatu hukum dari perkara yang timbul tetapi  masih belum ada hukum yang jelas. Dengan ilmu ini pula kita dapat mengetahui dan memahami asal-usul suatu hukum yang telah ada pada suatu perkara tertentu.
Sebagai seseorang yang berprofesi sebagai dokter muslim, ilmu ushul fiqih sangat dibutuhkan. Ilmu ushul fiqih penting karena dalam berprofesi sebagai seorang dokter pasti akan menemui masalah-masalah yang berkaitan tentang ilmu medis dan pamdangannya menurut ajaran islam. Dan dengan ilmu ini diharapkan seorang dokter muslim dapat mengatasi masalah pasien yang berkaitan dengan penetapan hukum berdasarkan ilmu medis dan ajaran islam.











BAB IV
REFERENCES
(1)   Al-Qur’an Al Karim.
(2)   Ridwan Lubis. SKDM: Qaidah Fiqhiyyah Dalam Profesi Dokter Muslim (Slide Kuliah). Jakarta:_______;2012.
(3)   Achmad Ghalib. Study Islam: Belajar Memahami Agama, Al-Qur’an, Hadist & Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Faza Media; 2005.
(4)   Abuddin Nata, Suwito, Masykuri Abdillah, Armai Arief. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Hukum. Jakarta: UIN Jakarta Press; 2003.
(5)   Abuddin Nata. Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran. Jakarta: FKIK UIN Jakarta; 2004.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.